Globalisasi dan Orientalisme

Contoh Kasus :
Artikel oleh Faisal Basri (http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0707/30/utama/3724532.htm)
Data resmi yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik atau BPS menunjukkan
terjadi penurunan terus-menerus angka pengangguran terbuka, dari 11,2
persen pada Mei 2005 menjadi 10,4 persen pada Februari 2006, dan 10,3
persen pada Agustus 2006. Penurunan terus berlanjut hingga mencapai
satu digit (9,8 persen) pada Februari 2006.
Sekalipun telah menunjukkan penurunan yang cukup konsisten, dalam
konteks Indonesia yang tingkat pendapatan per kapitanya masih rendah,
tetap saja angka pengangguran sebesar 9,75 persen tergolong relatif
sangat tinggi. Apalagi mengingat sistem jaminan sosial yang kita
miliki masih jauh dari memadai.
Kita pun masih patut prihatin mengingat bahwa sebagian besar penduduk
yang bekerja ternyata menyemut di sektor informal. Jumlahnya justru
mengalami peningkatan, dari 66,3 juta jiwa pada tahun 2005 menjadi
67,9 juta jiwa atau hampir 70 persen dari seluruh penduduk yang
bekerja pada tahun 2007.
Rendahnya kualitas kondisi ketenagakerjaan kita tercermin pula dari
jumlah yang bekerja tidak penuh atau separuh menganggur (under
employment). Diperkirakan jumlah mereka mencapai tiga kali lipat dari
yang sama sekali tak memiliki pekerjaan. Dengan demikian, jumlah
keseluruhan penganggur terbuka dan separuh penganggur mencapai hampir
40 persen dari keseluruhan angkatan kerja.
Ditambah lagi dengan kenyataan bahwa sektor pertanian masih saja
menjadi tumpuan utama penyerapan tenaga kerja. Meskipun peranan sektor
pertanian di dalam produk domestik bruto (PDB) hanya tinggal sekitar
13 persen dalam lima tahun terakhir, peranannya sebagai penyerap
tenaga kerja tak kunjung mengalami penurunan berarti. Pada tahun 2007,
sebanyak 44 persen dari keseluruhan penduduk yang memiliki status
bekerja memadati sektor pertanian.

Kasus Nike
Bertolak dari kenyataan bahwa lebih dari 80 persen pekerja adalah
tamatan sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP) ke bawah, keberadaan
industri manufaktur padat karya sangat menjadi andalan untuk menyerap
mayoritas tenaga kerja. Industri manufaktur berperan pula sebagai
lokomotif untuk memperbesar lapisan pekerja formal sehingga kian
banyak tenaga kerja yang memperoleh perlindungan kerja, serta hak-hak
normatif pekerja. Dengan demikian, diharapkan kualitas hidup keluarga
Indonesia bertambah baik.
Oleh karena itu, tatkala muncul berita dua pabrik sepatu terancam
tutup karena tak akan lagi menerima pesanan dari prinsipal asing
pemegang merek dagang Nike, kita semua patut prihatin. Para pengambil
keputusan seharusnya satu kata dan tindakan untuk melindungi
kepentingan pekerja sebagai kelompok yang paling lemah.

Tidak benar kalau kasus ini sekadar persoalan pemilik pabrik dengan
para pekerjanya semata. Pemerintah harus berperan untuk meningkatkan
daya tawar pekerja dan investor domestik menghadapi prinsipal asing.
Bukankah keberadaan prinsipal asing bukan sekadar pemberi order,
melainkan juga ikut menentukan hampir segala aspek, mulai dari
pengadaan bahan baku (jenis, vendor, dan harganya), proses produksi,
hingga akhir proses distribusi ke tingkat pengecer.
Kita tak hendak mencampuri sengketa antara prinsipal asing dan pemilik
pabrik. Yang harus menjadi kepedulian kita bersama, terutama
pemerintah, ialah bagaimana kepentingan pekerja terlindungi dengan
mendesak para pihak menempuh proses transisi yang lebih mulus.
Jika kasus Nike ini ditangani secara serampangan sehingga menimbulkan
kesan sedemikian mudahnya memutus order dan hubungan kerja, maka tak
tertutup kemungkinan akan muncul gelombang yang lebih besar pada
industri sepatu dan industri-industri padat karya lainnya.
---
              Orientalisme berasal dari kata orient dan isme yang berarti doktrin tentang negara-negara di sebelah timur (Hawkins 1985, 591). Edward B. Said dalam bukunya Orientalism menyebutkan bahwa Orientalisme berasal dari kata ‘orient’ (timur) yang merupakan disiplin ilmu pengetahuan, penelitian, penemuan, dan praktek tentang ketimuran yang dirangkum secara sistematis. (Orientalisme  : 1978) Konsep Orientalisme timbul dari perbedaan daerah timur dengan barat (Occidentalism). Dalam mempelajari konsep ketimuran, Said menemukan beberapa asumsi bahwa timur adalah inferior, sedangkan barat adalah superior. Orientalisme secara eksplisit menyatakan  adanya politik dominasi barat terhadap timur. Hal ini terlihat dengan ekspansi barat pada abad ke-18 dengan tujuan kolonialisasi. Konsep utama dari Orientalisme adalah menyatakan keunggulan masyarakat barat dengan cara mendominasi, mengatur dan menguasai dunia Timur. (http://Indonesian.irib.ir)
              Menurut asal katanya, kata "globalisasi" diambil dari kata global, yang maknanya ialah universal. Achmad Suparman menyatakan globalisasi adalah suatu proses menjadikan sesuatu (benda atau perilaku) sebagai ciri dari setiap individu di dunia ini tanpa dibatasi oleh wilayah. Globalisasi belum memiliki definisi yang mapan, kecuali sekedar definisi kerja (working definition). Menurut seorang seorang profesor di Universitas Amerika, James Mittelman,  “Globalization compresses the time and space aspects of social relations. Globalisasi adalah sebuah proses kesatuan tatanan hidup masyarakat yang melenyapkan aspek geografis, ekonomi, dan budaya “The intensification of worldwide social relations which link distant localities in such a way that local happenings are shaped by events occurring many miles away and vice versa.” (Anthony Giddens)
              Modernitas adalah teori evolusi masyarakat dari tradisional dan pra-modern menuju masyarakat industri atau masyarakat modern yang bertransformasi melalui perubahan struktur dan fungsi serta kompleksitas organisasi disegala aspek kehidupan. (Webster, 1984) Menurut Anthony Giddens, modernitas ialah suatu tatanan pasca masyarakat tradisional, meski di dalamnya keyakinan yang diperoleh dari pengetahuan rasional belum menggeser kemantapan dan kedamaian jiwa yang diperoleh dari tradisi dan norma-normanya. Modernisasi timbul karena keinginan masyarakat untuk menuju kehidupan yang lebih maju dan makmur. Konsep Orientalisme mengantarkan konsep modernitas yang mengarah pada anggapan Westernisasi.. Anggapan superioritas barat  menjadi sebuah ukuran dasar atau kiblat kata ‘modern’, hal inilah yang menjadikan proses modernitas sendiri menjadi tersendat.
              Indonesia sebagai salah satu negara berkembang adalah suatu contoh nyata dampak dari modernisasi dan globalisasi. Dalam tulisannya, Arturo Escobar menyatakan bahwa konsep modernitas hanya akan dirasakan oleh masyarakat kelas atas. Hal ini terjadi di Indonesia, Konsep modernitas yang kurang relevan menjadikan modernisasi yang diiringi dengan globalisasi Indonesia dalam status stagnan. Teori Talcott Parsons menyatakan bahwa negara maju memberi tekanan pada negara berkembang dalam suatu tatanan sosial dalam hal finansial dan kondisi ini terjadi terus-menerus dalam bentuk siklus. Teori berikutnya disampaikan oleh Ritzer Kekuasaan satu pihak atas pihak lain dalam sebuah hubungan pertukaran adalah fungsi terbalik dari ketergantunganya terhadap pihak lain” (Ritzer, 2008:446). Ia menyatakan bahwa  negara maju dengan negara berkembang dengan memberatkan kewajiban pada negara berkembang, kedua hal inilah yang menjadikan eksploitasi negara maju terhadap negara berkembang.
              Modernisasi dan globalisasi tidak disadari telah membentuk sebuah sistem kapitalisme global yang menguasai proses perdagangan di Indonesia, hal itu meliputi produksi barang dan jasa. Melihat kondisi ekonomi di Indonesia yang sangat jauh perbedaannya dengan negara maju menyatakan kita sebagai negara berkembang, dapat dikatakan seperti poin sebelumnya, globalisasi dan modernisasi telah gagal untuk menyejahterakan kehidupan manusia, Hal itu justru hanya menyejahterakan kaum kelas atas, dalam kasus ini kaum kelas atas adalah kaum pemilik modal yang tidak lain adalah perusahaan-perusahaan barat.
              Adanya hubungan timbal balik antara modernitas dan globalisasi menimbulkan global modernity. Globalisasi adalah bentuk perpanjangan dari modernisasi atau dengan kata lain kolonialisme yang bersifat koersif. Dalam prinsip globalisasi, timbulah kapitalisme yang berusaha ditanamkan oleh barat dengan modernisasi, kapitalisme barat dalam kasus global modernity membuat setiap perusahaan lokal diberi kesempatan berproduksi secara independen, kemudian perusahaan-perusahaan lokal tersebut akan diorganisir oleh sebuah perusahaan transnasional (transnational corporation) besar yang mengatur hubungan antar perusahaan lokal dengan perusahaan transnasional lainnya.
              Hal ini terjadi dalam contoh kasus yang dipaparkan tentang tingginya angka pengangguran dan industri transnasional yang mengganti posisi industri lokal. Pengaruh globalisme kapitalis yang merugikan, diantaranya kenaikan angka pengangguran yang disinyalir akibat kurang pekanya pemerintah dalam mengorganisisr investor domestik dalam menghadapi prinsipal asing. Pemerintah kurang menyadari bahwa prinsipal asing bukan sekedar pemberi order melainkan  ikut menentukan kegiatan perdagangan dari produksi sampai distrubusi terkecil. Akibat dari ketidakpekaan inilah banyak pekerja kita yang menganggur. Perlu disadari bahwa prinsipal asing dalam ranah lokal merupakan contoh dari kapitalis. Visi prinsipal asing adalah memaksimalkan laba dengan menentukan biaya produksi terendah dengan cara komparasi pabrik sebuah negara dengan pabrik di luar negeri. Akibatnya tidak sedikit pabrik sepatu lokal bangkrut karena kalah bersaing dengan produk yang notabene  merek luar negeri. Pabrik ini tidak lain dan tidak bukan adalah milik pemodal asing. Pabrik-pabrik menengah kebawah terpaksa harus tergeser oleh posisi pabrik-pabrik besar yang berorientasi pada laba, bukan pada kesejahteraan pekerjanya. Hukum globalisasi berlaku dalam kasus ini, Kasus pengangguran dan kepemilikan pabrik oleh modal asing, disaat biaya produksi disuatu negara semakin mahal, prinsipal asing akan berpindah ke pabrik dengan biaya lebih murah, dan Indonesia menjadi salah satu destinasi terbaik dengan biaya produksi murah.
              Pengaruh Orientalisme yang dibawa dalam modernitas yang salah kaprah juga menjadi salah satu faktor penutupan pabrik-pabrik menengah kebawah. Konsep westernisasi yang menjadi sumber anggapan produk barat jauh lebih bagus dibandingkan produk dalam negri  Dalam kasus ini adalah “Nike” dibandingkan dengan merek sepatu lokal seperti “Bata”. Adanya hal ini membuktikan pengaruh orientalisme yang dibawa konsep westernisasi telah mendalam dalam pemikiran rakyat Indonesia sehingga menyebabkan kurangnya minat konsumen memakai produk dalam negri. Konsumsi yang kurang terhadap produk dalam negri otomatis mematikan daya usaha pabrik menengah-kebawah yang dimiliki pemodal lokal.
              Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dihimbau membuat kebijakan industri yang jelas dalam setiap departemen agar tercipta suasana ekonomi yang harmonis, bukan kompetitif yang negative atau saling jegal seperti contoh kebijakan ekspor-impor kulit yang menghambat industri sepatu minim bahan baku. Selanjutnya, pemerintah diharapkan menuntun pekerja dalam negri untuk membuat invensi dan inovasi berkelanjutan agar produk dalam negri tidak kalah menarik dengan produk luar negri, serta insentif untuk memicu kegiatan-kegiatan semacamnya, dan masyarakat Indonesia diusahakan agar meningkatkan rasa hormat terhadap produk buatan sendiri seiring dengan usaha pemerintah karena itu berpengaruh tidak langsung terhadap angka pengangguran di negri ini.
SUMBER :  
 Orientalism, Edward Said
Encountering the third world, Arturo Escobar
Spectres of the third world, Arif Dirlik


 http://www.kompas.co.id/kompas-cetak/0707/30/utama/3724532.htm
http://jakarta45.wordpress.com/2009/06/05/globalisasi-neo-liberal-dan-dampaknya-terhadap-ekonomi-indonesia/

Ps. Tugas ini dibuat untuk memenuhi ujian tengah semester mata kuliah Antropologi Indonesia 

Comments

Popular Posts