Mitos menurut Roland Barthes


Kutipan Barthes dalam bukunya Mythologies (1957), mitos adalah bagian penting dari ideologi. Mitos yang dimaksud Barthes bukan seperti mitologi Yunani tentang dewa-dewa. Menurut Barthes, mitos masa kini bukan merupakan konsep, mitos tidak berisi ide-ide atau menunjukkan objek, mitos mas kini mengandung pesan-pesan. Dipandang dari segi struktur, mitos adalah bagian dari parole, sama seperti teks, mitos harus dilihat secara menyeluruh.

Mitos adalah unsur penting yang dapat mengubah sesuatu yang kultural atau historis menjadi alamiah dan mudah dimengerti. Mitos bermula dari konotasi yang telah menetap di masyarakat, sehingga pesan yang didapat dari mitos tersebut sudah tidak lagi dipertanyakan oleh masyarakat. Penjelasan Barthes mengenai mitos tidak lepas dari penjelasan Saussure mengenai signifiant dan signifié, bahwa ekspresi dapat berkembang membentuk tanda baru dan membentuk persamaan makna. Adanya E=ekspresi, R=relasi, dan C=isi yang bersifat arbitrer pada setiap individu hingga dapat membentuk makna lapis kedua karena adanya pergeseran makna dari denotasi ke konotasi 9E2(E1-R1-C1)-R2-C2). Mitos itu sendiri adalah konotasi yang telah berbudaya. Sebagai contoh ketika kita mendengar pohon beringin, denotasinya adalah pohon besar yang rindang, tetapi ketika sudah menyentuh makna lapis kedua, pohon beringin dapat memiliki makna menakutkan dan gelap. Pohon beringin juga dapat memiliki makna yang lebih dalam lagi seperti lambang pada sila ketiga, persatuan Indonesia, makna ini sudah sampai hingga ideologi karena menyentuh kehidupan sosial manusia sehari-hari.

Sebuah mitos dapat menjadi sebuah ideologi atau sebuah paradigma ketika sudah berakar lama, digunakan sebagai acuan hidup dan menyentuh ranah norma sosial yang berlaku di masyarakat. Sebagai contoh, peristiwa ‘pemerkosaan perempuan yang menggunakan rok mini di angkutan umum di malam hari’, dalam kejadian ini terdapat mitos seperti: perempuan yang menggunakan rok mini mengundang hasrat  laki-laki, perempuan seharusnya menggunakan pakaian yang menutupi auratnya, atau perempuan tidak diperbolehkan pulang malam. Ideologi yang terlihat dari mitos-mitos tesebut adalah gambaran budaya partiarkal dan islamisme yang kental di Indonesia, reaksi dari gubernur Aceh “perempuan seperti itu pantas diperkosa, seharusnya ia berpakaian lebih sopan.” Pernyataan tersebut memperlihatkan superioritas laki-laki, misogini yang terjadi menempatkan perempuan sebagai yang lain, dan posisi perempuan tidak terlepas dari fungsinya dalam hidup laki-laki. Berdasarkan contoh diatas, kita dapat melihat bahwa mitoslah yang menjadi unsur penting pembentuk ideologi yang telah tertanam dalam suatu masyarakat,. Hal itulah yang menyebabkan mengapa mitos merupakan bagian penting dari ideologi.

(sumber: Hoed, Benny. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas   Bambu)

Comments

Popular Posts