Sulastri Menggugat

19 LEGI,
Penanggalan jawa..
Malam itu terlihat seperti biasa, lolongan anjing liar atau entah serigala, terdengar sama bagi Sularso. Ia sedang duduk menunggu di pendopo seberang rumahnya, menunggu istrinya dalam proses persalinan. Entah setan apa yang merasukinya malam itu, bukan Lucifer, bukan pula setan numpang lewat, seperti setan-setan penuh inspirasi di tv-tv atau layar lebar, setan ini, setan yang sama dengan setan yang mencobai Nabi Isa di perjalanan hidupnya.
Sumenep lahir tanpa kaki dan mata. Cacat. Ayahnya, Sularso menghardik istrinya, Lastri dengan pandangan penuh dengki, Lastri tidak mengerti dengan arti pandangan Sularso, bayi itu tidak bersalah untuk menerima pandangan dengki dengan umur sedini itu dari ayahnya sendiri, tapi Sularso tidak peduli, tapi Lastri peduli, dia peduli apapun yang dilakukan suaminya, apapun yang dilakukan orang-orang di hidupnya, sama dengan dia tidak pedulinya dengan dirinya.
Sularso, orang kecil yang tinggal di kaki Gunung Slamet, dia menafkahi istrinya dengan menjadi apapun yang dibutuhkan orang-orang sekitar desa itu, sampai suatu saat dia menang togel, padahal hanya pasang tiga angka, tapi bisa dapat 15 juta, wah! Anugerah untuk Sularso dan Lastri tentunya, mereka belikan rumah dan pindah dari gubuk reyot lama yang mereka tinggali dulu, mereka membeli apapun perabotan apa yang bisa dibeli. Saat itu Lastri sedang mengandung 4 bulan, kekayaan mereka yang tiba-tiba menimbulkan kabar tidak enak di sekitar lingkungan mereka, maklum orang desa, hanya tau bertani dan mengurus diri, selebihnya yang terkesan diluar sistem mereka akan bilang itu rahmat Yang kuasa atau malah pesugihan. Sularso kena batunya, dia dibilang nyugih jin yang dipelihara oleh dukun daerah situ, namanya Nyak Demit, padahal Sularso yakin benar masyarakat sekitar tidak yakin dengan keeksistensian si Nyak Demit. Mengenai kabar betul atau hanya kabar numpang lewat, Lastri hanya bisa terdiam, tidak peduli ‘toh tidak ada sangkut pautnya dengan kehidupannya, ada mungkin tetapi tidak lebih dari satu atau dua frase dalam satu kalimat kehidupannya, dia tidak akan berani bertanya macam-macam pada suaminya, dia takut, takut kalau ternyata itu benar dan akan mengambil nyawa bayinya tersayang. Dia sungguh tidak mau merasa kehilangan lagi. Cukup.

Lastri seorang Katolik Ortodoks, memang dia pergi ke gereja tiap waktu, tidak pernah absen pada hari minggu, dan tidak lupa mengaku dosa dihadapan pastor, itu ritualnya karena dia tidak pernah berhenti berpikir dirinya bersih di hadapan-Nya, tapi pastor terlihat mulai jenuh mendengarkan dan memberitahu Lastri sesuatu, apa itu? Mari kita tanya Lastri.

“Pastor, saya ingin mengaku dosa saya tetapi sebelum itu boleh saya bertanya seperti Yesus menanyai Petrus sebelum dia menyangkal nama-Nya tiga kali?”
“Silahkan Lastri....”
“Pastor, suami saya, Sularso menerima cemooh dari warga desa, mereka bilang suami saya nyugih, saya harus bagaimana pastor?”
“Doakan mereka Lastri, Tuhan tahu mana yang benar dan mana yang salah”
“Tapi apakah Tuhan tahu pastor, perasaan yang mendatangi saya tiap malam tentang bayi yang ada dikandungan saya ini pastor?”
“Tuhan itu Maha-Tahu, Lastri”
“Pastor, apa Tuhan juga mendengar doa-doa saya tiap malam? Supaya suami saya ikut bersama saya untuk ke gereja?”
“Tentu Lastri, semua akan indah pada waktunya...”
“Pastor........berjudi itu dosa bukan?”
“Memasang togel seperti yang suamimu lakukan maksud-mu Lastri?”
“Anakku, Tuhan berbicara kepadamu melaluiku, tapi aku berbicara kepadamu melalui apa yang Tuhan kehendaki. Tolong jangan menanyakan yang sekiranya engkau sudah mengetahui jawabannya..”
“Itu dosa pastor?”
“Iya Lastri..”
“Tuhan akan membalasnya bukan begitu pastor?”
“Mari kita berdoa agar itu tidak terjadi..”
“Pastor...”
“Ya Lastri...”
“Tahukah Tuhan seperti apa pastor dulu, saat kita bertemu di pinggiran jalan di kota, saat pastor masih mengenakan celana jeans merah, menghimpit rokok diantara jari tengah dan telunjuk, saat tangan kanan pastor memegang kuas dan melukis dengan santai, rambut gondrong pastor tertiup angin, apa Tuhan tahu apa yang kita lakukan saat itu pastor?”
“........................”
“Pastor, apakah Tuhan tahu? Saat engkau membawa aku kabur dari rumahku, saat engkau berjanji kepada aku untuk memberikan aku suatu yang indah, yang lebih indah daripada rumah? Apa engkau ingat pastor?”
“....................”
“Katamu Tuhan berbicara kepadamu, dan itu menurut apa yang dia kehendaki, apakah Tuhan tahu, apa yang kau perbuat padaku, apa harus aku menyebutkan kata itu di rumah Allah yang suci ini? Apa Tuhan juga tahu, saat engka melukis aku disebelahmu, bersandar pada pundakmu, menjajakan diriku saat engkau tidak mampu membeli kanvas, kuas, dan cat minyak?”
“Lastri.........”
“Ya, pastor...”
“Tuhan tahu dan aku juga tahu...maaf Lastri”
“Tapi apa juga Tuhan dan engkau tahu, betapa karma tidak berhenti mengunjungi aku saat aku meninggalkan ayah ibuku? Apa engkau tahu mengapa aku menikahi Sularso? Pastor tahu? Aku dijual lima keping uang emas, dibuang begitu saja dan ditemukan lelaki paruh baya yang suka main togel dan minta aku mengurusinya, apa pastor juga tahu, bayi yang aku kandung ini adalah anak kedua, bukan dari Sularso, karena yang pertama dia buang begitu saja di sungai, karena ‘tak bermata ‘tak berkaki? Tuhan tahu itu pastor? Saat saya menjerit memohon namanya berdoa pada Bunda Maria, memohon belas kasihannya, saya tahu Tuhan mendengar, Tuhan mendengar saya melalui orang yang dulu menjual saya, bukan begitu Pastor?”
“.................”
“Mengapa diam pastor? Hilang kata? Atau pengakuan dosa ini menjadi pembunuhan emosional karena rasa berdosa menghantui pastor?”
“Engkau tahu Lastri...”
“Pastor saya harus pergi, meninggalkan anda, Sularso dan togelnya, anak ini, dan mungkin diri saya sendiri..”
“Pastor tahu, mungkin benar, iblis di dunia ini sudah tidak ada lagi, mereka sudah pergi, saya lihat di koran mimpi saya semalam bahwa mereka berunjuk rasa karena kehilangan pekerjaan di dunia, karena pekerjaan mereka digantikan oleh manusia-manusia dalam hidup saya, saya berpikir tidak hanya dalam hidup saya saja, mungkin semua manusia di dunia. Terimakasih Pastor, Tuhan Berkati Pastor, dan semoga Tuhan dan Bunda Maria mengampuni segala dosa yang saya lakukan sebagai perpanjangan tangan iblis.............”

Nama saya Lastri, bersuamikan Sularso, dengan dua anak tetapi anak pertama saya dibuang begitu saja oleh suami saya karena dia caca. Apa yang salah dengan ketidaksempurnaan? Itu pertanyaan yang kerap saya lontarkan, saya adalah mantan pacar Pastor yang selalu saya cintai walaupun dia membuang saya begitu saja, atau saat itu memang saya yang pergi darinya, entah sejahat apapun dia, saya mencintainya, sebagai pria dan menghormatinya sebagai pastor. Saya rindu rumah saya, saya rindu ayah, ibu, dan kedua saudara lelaki kembar saya, entah kapan saya bisa pulang, saya tidak tahu, tidak tahu apa yang saya lakukan, mungkin inilah mengapa dulu nenek saya berkata ihwal dosa neraka dan amal surga hanya sebatas kornea mata. Saya berharap saya tahu dengan lontaran lima kata tanya, saya meninggalkan pastor dengan pandangan kosong, karena baju saya berdarah-darah, darah segar dengan wangi anyir seperti darah yang keluar tiap bulan dari rahim saya, menyiratkan kotornya saya, dosa saya yang saya limbahkan ke dunia, entah darah apa? Darah dari ketuban yang pecah pertanda kelahiran anak saya yang lain, darah mens, darah yang keluar dari luka hati yang tiap hari saya tabung, darah dari pisau yang berada pada tangan kanan saya saat saya membunuh pastor, atau darah dari luka yang mengering sebelum saya pergi ke gereja, sebelum saya membunuh Sularso, yang tega membunuh bayi cantik saya, Sumenep.
Ampuni saya Tuhan, Amin..
Entah apa yang merasuki saya,
Saya rela masuk neraka, saya silap Bapa!
Saya Lastri,
Wanita berdosa...


Jessy Ismoyo
Cibubur 20 April 2009
00:03 AM

21 April 2009
00:13 AM

Comments

Popular Posts