Dekonstruksi Derrida
Derrida adalah salah satu
pemikir posmodernisme paling berpengaruh di Prancis. Ia memperkenalkan filsafat
dekonstruksi sebagai kritik atas pemikiran seorang bapak strukturalis yang
memiliki pengaruh besar di Eropa, Ferdinand de Saussure. Karya awal Derrida di
bidang filsafat sebagian besar berkaitan dengan fenomenologi. Pada awalnya, ia
membangun pikirannya melalui kacamata Edmund Husserl dan juga salah satu
inspirasinya Ferdinand de Saussure. Ia mengkritik dan memperlihatkan argumen
yang menolak pemikiran keduanya. Derrida mengembangkan pendekatannya terhadap
tulisan dan teks, yang kemudian dikenal sebagai ‘dekonstruksi’. Walaupun
analisis Derrida hanya pada teks, pemikirannya dapat diaplikasikan dalam
filsafat, kehidupan politik, ekonomi, dan sosial.
Husserl mengemukakan bahwa
sumber bahasa adalah ‘suara’. Konsep humanistik bahwa manusia bersosialisasi
menggunakan bahasa, bahwa setiap pengungkapan (expression) adalah sesuatu yang diinginkan (willed) dan dimaksudkan (intended)
oleh pengungkapnya. Saussure juga menyatakan bahwa bahasa merupakan ‘kenyataan
sosial’ yang dimaknai secara sosial dan ia melihat tulisan hanya sekadar
representasi bahasa lisan sehingga bahasa lisan itulah yang merupakan objek
kajian utama linguistik. Hal inilah
yang dikritik oleh Derrida, ia melihat bahasa justru bersumber pada ‘tulisan’ (Écriture). Sebagai bahasa, tulisan menurut Derrida tidak
hanya terdapat dalam pikiran manusia, tetapi juga konkret di atas halaman. Ia merasa bahwa tulisan bisa terbebas dari
penulisnya ketika berada di ruang halaman, hal ini serupa dengan konsep Barthes
tentang ‘kematian penulis’, bahwasanya tulisan dapat diinterpretasikan secara
bebas, lepas dari tujuan penulis. Tidak menutup kemungkinan bagi pembaca untuk
memberikan makna baru dari tulisan tersebut. Maka dari itu, bahasa yang
sebenarnya adalah tulisan, bukan suara. Tulisan merupakan bahasa yang memenuhi
dirinya sendiri tanpa tergantung pada bahasa lisan.
Bagi
Derrida sebuah kata tidak mempunyai arti yang tetap dalam dirinya. Kata sebagai signifié juga
dibedakan dari konsep, ide, persepsi atau emosi yang ditunjukkan oleh kata itu.
Berbeda dengan konsep Saussurean yang menyatakan bahwa hubungan antara signifiant dan signifié adalah hal yang tetap, Derrida berpendapat signifié dapat berubah
sesuai konteks ruang dan waktu, seperti dikutip Dosse dari Derrida
(1992 :49-51) « Cette
temporisation est aussi temporalisation et espacement, devenir temps de
l’espace et devenir-espace du temps…ouvrir la structure au movement, mais les
plis du temps qui déroule ce savoir mènent en fait à sa disparition, à son effacement
progressif » . Hal inilah yang disebut dengan penundaan makna atau différance. Dengan différance, Derrida juga ingin mengkritik bahwa tulisan hanyalah
gambaran atau representasi dari ucapan manusia karena ucapan lebih langsung
sifatnya dibandingkan dengan tulisan. Différance adalah akar umum dari semua
pertentangan konsep-konsep di dalam bahasa, dalam hal ini différance merupakan unsur yang sama yang menimbulkan pertentangan
atau perlawanan terhadap kemapanan paradigma strukturalis yang selama ini
dianggap benar. Sebagai contoh, perbedaan antara différence dan différance sendiri
tidak cukup dengan mendengar ‘suara’-nya, karena kedua kata tersebut memiliki
pelafalan yang sama, perbedaan signifikan terlihat dari ‘tulisan’-nya, antara
‘e’ dan ‘a’. Tepat seperti yang dimaksudkan Derrida, konsep manusia modern
dapat dijelaskan dari ‘penundaan makna’ sembari manusia bebas menilik
perbedaan-perbedaan, hal inilah yang disebut ‘dekonstruksi’, bahwasanya tidak
ada sesuatu hal yang mutlak, tidak ada kebenaran absolut, sesuatu yang pasti
adalah ketidakpastian. Derrida mengantarkan pemikiran manusia modern tidak terhenti
pada tahap ‘terstruktur’ tetapi selalu ‘menstruktur’.
SUMBER :
Hoed, Benny. 2007. « Derrida vs Strukturalisme Saussure » dalam
Majalah Basis 11-12, tahun ke-56. Yogyakarta : Penerbit Basis.
Comments
Post a Comment