Bicara tentang cinta

Kali ini aku akan bicara tentang cinta. Suatu wujud abstrak yang usianya lebih renta dari manusia. Kali ini aku akan bicara cinta, cinta yang mungkin meleburkan dua hal berbeda, atau menyatukan keduanya. Mana yang kamu percaya? Cinta memungkinkan dua individu berbeda menjadi satu atau cinta tetap pada keberadaannya untuk memberikan ruang pada kedua individu untuk melebarkan sayapnya dan melakukan semua hal yang baik menurutnya. Intinya, kamu percaya bahwa cinta punya ruang pribadi antara kamu dan aku? Kamu pernahkah bertanya seperti itu? Bertanya untuk sekedar ingin tahu, mengesampingkan efek luar biasa cinta yang membuat kita lupa semua-muanya.

Cinta?
Mengutip Alain Badou, seorang filsuf Prancis yang mengatakan bahwa cinta itu perlu diciptakan kembali. Oleh karena itu, aku bicara cinta saat ini, karena cinta harus dibicarakan agar ia tetap menjadi cinta, karena cita harus diberikan kepada orang lain agar memiliki makna. Kalau dikaitkan dengan eksistensialisme Sartre, tindakanlah yang terpenting, untuk mengeluarkan esensi cinta, kita perlu bereksistensi, kita butuh tindakan nyata.

Cinta?
Apa itu cinta?
Bagaimana dalam cinta kita memproduksi kebenaran jikalau kebenaran dikesampingkan dalam cinta?

Tahukah kamu bahwa cinta itu numerical, ia merupakan tingkatan dari angka satu, ke dua, ke tiga, setelah itu cinta dapat menjadi infinitif. Selamanya.
Apa iya?


Kamu dibagian mana, bagian yang percaya bahwa dengan cinta kita dapat menyatukan hal yang berbeda, atau kamu di bagian pencinta yang menjunjung tinggi privasi diri?
Aku ada di bagian yang kedua, karena aku mungkin berpikiran, dengan adanya privasi diri, cinta tidak mengekang kita untuk egois dengan bersikap mengatasnamakan cinta, seperti kita melakukan hal yang salah namun mengatasnamakan Tuhan. Aku percaya dengan ruang privasi (jika dikaitkan kembali dengan eksistensialisme Sartre) kita akan bertanggung jawab atas sikap kita, dan tidak mungkin ada perkataan menyalahkan orang lain atas sesuatu yang telah kita lakukan.

Kadangkala kita menyalahkan seseorang yang telah bersikap tidak adil, apakah ada keadilan dalam cinta? Tidak ada. Karena cinta akan selalu terpecah menjadi dua subjek, antara yang merelakan kebebasannya untuk keinginan kekasihnya, atau menuntut kekasihnya sesuai dengan egonya. Kita selalu ada di pihak sadis atau masokis...

Kadang, ketika kita berada di pihak masokis, kita berbuat apapun demi cinta, orang lain menganggap kita bodoh, atau kita berpikir kita tidak ingin menjadi seorang yang kita kenal bersikap seperti itu.

Untuk itulah, aku melogikakan cinta...

"...karena kita takut terluka, maka kita melogikakan cinta..."

Aku masih subjek yang percaya cinta harus memberi jarak satu sama lain, karena jarak lah yang sedari awal memberi cinta ruang untuk tertarik satu sama lain. Tanpa adanya jarak, cinta hanya menjadi sekedar cinta, tanpa makna.

Karena memang kita tidak mungkin menghindar dari objektifikasi, cinta akan selalu gagal, karena kita akan selalu menjadi yang masokis atau yang sadis, cinta tidak akan pernah lepas dari konflik. Karena kebebasan tidak dapat diberikan pada orang lain atau dimiliki oleh oran lain.

Apa kita satu dari yang mau menunggu, berharap, dan setia?
Atau kita salah satu yang menganggap tiga hal itu kebodohan semata.
Menolah untuk dibilang apatis atau skeptis, tapi itu mungkin dan tidak mungkin terjadi.

Hal itu akan menjadi mungkin ketika cinta, ketika emosi bicara, karena dari sudut pandang itulah kita mau menunggu, berharap, dan setia.

Sementara itu, dari sudut pandang rasio, kita akan berpikir untuk melakukan itu semua.

Kamu ada di pihak yang mana?

Comments

Popular Posts