Kritik Sosial dalam 'Great Expectations' karya Charles Dickens



PENDAHULUAN
Charles Dickens merupakan salah satu nama besar dalam sejarah literatur Inggris. Ia adalah nama besar dalam Victorian Era pada abad ke-19 di mana Inggris dalam masa kejayaannya di bawah pemerintahan Ratu Victoria dari tahun 1832 hingga 1901. Inggris memiliki banyak negara koloni dan perkembangan industrinya membawa status kesejahteraan Inggris makmur hingga saat ini. Dickens lahir di Landport, Portsea, pada 7 Februari 1812. Ia adalah anak pertama dari delapan bersaudara. Ia menikah dengan Catherine Hogarth, anak dari seorang editor koran di London pada 1836 dan memiliki 10 orang anak. Dickens meninggal karena penyakit otak pada Juni 1870. Ia dimakamkan di Poet's Corner di Westminster Abbey, London.

Sepanjang hidupnya, ia telah menulis banyak karya besar seperti Oliver Twist, David Copperfield, A Tale of Two Cities, Christmas Carol, dan Bleak House. Great Expectations adalah novel ke-13 yang ditulis Charles Dickens ketika ia berada  pada masa kejayaannya. Mengutip review pada London Times, "Dickens menulis sebuah karya dengan kombinasi intelektualitas dan kualitas moral yang luar biasa." Great Expectations masuk dalam karya terbesar Victorian Era dalam literatur Inggirs. Sebagai latar belakang, pengarang Victorian Era cenderung memeliki tendensi untuk mengangkat tema tentang kesenjangan sosial dengan mengangkat nilai kemanusian. Hal ini juga yang dapat dilihat dalam Great Expectations yang akan dijelaskan lebih mendetail pada bagian isi.

Atas dasar itulah, tulisan ini akan mengelaborasi kritik sosial yang disampaikan Dickens dalam Great Expectations dan menghubungkannya dengan konteks situasi sosial di Inggris pada masa itu. Tulisan ini hanya membahas mengenai kritik sosial yang fokus pada gap kelas pekerja dan kelas atas pada era Victorian. Tulisan ini akan ditutup kesimpulan dari penulis dan nilai moral yang dapat diambil dari novel ini sebagai refleksi kehidupan saat ini.

ANALISIS
Bagian ini akan memaparkan situasi sosial Inggris pada abad ke-19 secara singkat, kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai kritik sosial Dickens terhadap situasi sosial Inggris pada saat itu dalam karyanya, Great Expectations.

SITUASI SOSIAL INGGRIS ABAD KE-19
Inggris abad ke-19 hingga awal abad ke-20 diperintah oleh Ratu Victoria yang menandakan awal dari Victorian Age dalam sejarah literatur Inggris. Pada masa pemerintahan Ratu Victoria, Inggris menjadi salah satu negara paling sejahtera di Eropa dengan kuatnya tingkat ekonomi. Industrialisasi membuat Inggris menjadi negara berkembang. Adanya mesin-mesin di pabrik membawa dua dampak, negatif maupun positif. Di satu sisi, banyaknya pabrik dengan otomatis menyerap tenaga kerja, sehingga mengurangi tingkat pengangguran. Selain itu, mesin-mesin ini menguntungkan investasi para pengusaha. Sehingga, tingkat ekonomi Inggris naik dari waktu ke waktu. Di sisi lain, industrialisasi menyebabkan urbanisasi besar-besaran dari desa ke kota. Banyak orang tua memaksa anak mereka yang belum cukup usia untuk menjadi buruh pabrik ke kota. Kondisi buruh pun tidak manusiawi, mereka harus bekerja sangat lama dan dibayar dengan upah rendah.

Adanya industri menciptakan "kalangan pekerja" dan "kalangan menengah" dalam strata sosial di Inggris. Diferensiasi kelas sosial ini didasarkan berbagai faktor dari kekuasaan, ototritas, kekayaan, situasi pekerjaan, gaya hidup, pendidikan, agama, dan budaya. Adanya Reform Act pada tahun 1832 dan penghapusan Corn Laws pada 1846 juga memperkuat ntimidasi masyarakat kelas atas pada kelas menengah dan kelas pekerja. Kelas pekerja tidak punya otoritas dalam posisinya dalam masyarakat.

Adanya indikator itu membuat kesenjangan sosial semakin terasa. Tuan tanah, petani, dan buruh yang tidak memiliki tanah tidak punya kesempatan untuk mengubah status sosialnya dalam masyarakat. Masyarakat kelas bawah juga tidak dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka ke taraf yang lebih tinggi dalam aspek ekonomi. Hal ini terjadi karena kaum pekerja dan kelas menengah tidak punya hak dalam dunia politik. Untuk masuk ke dunia politik dibutuhkan pendidikan yang hanya disediakan bagi masyarakat kelas atas, sehingga kelas pekerja tidak punya akses ke sana. Kemiskinan menjadi seperti takdir tetap yang tidak dapat diubah. Sehingga, keinginan anak muda dari kalangan bawah adalah berimajinasi untuk mencicipi kehidupan kaum elit Inggris pada masa itu yang lekat dengan kemewahan. 

Tidak hanya karena Revolusi Industri, kolonialisasi Inggris juga menyebar di seluruh dunia. Inggris adalah negara di Eropa dengan negara koloni terbanyak. Hal ini membawa status Inggris semakin dihormati di kalangan negara-negara tetangganya. Kolonialisasi mengakibatkan karakter masyarakat yang cenderung mendominasi. Hal ini dapat dilihat dari perlakuan masyarakat Inggris kelas atas dan menengah pada masyarakat kelas bawah.

KRITIK SOSIAL INGGRIS ABAD KE-19
Great Expectations merupakan karya sastra yang mengkritik situasi sosial Inggris masa itu. Dalam pembahasan ini, kritik sosial yang disampaikan akan fokus diperlihatkan dari tokoh utama, Philip Pirrip (Pip). Kritik sosial yang diperlihatkan adalah status sosial sebagai tanda kehidupan semu nampak ambisi Pip pada status 'gentleman', adanya degradasi moral masyarakat Inggris terkait uang yang membuat segalanya menjadi mustahil, sehingga ketidakadilan terjadi dalam aspek politik dan hukum. Selain itu, kritik disampaikan perihal konsep balas dendam dan ketiadaan cinta, dan hilangnya empati dalam masyarakat.

Tokoh utama dalam cerita ini, Phillip Pirrip yang lebih dikenal dengan nama Pip, adalah refleksi dari kritik sosial masyarakat pada saat itu. Pip digambarkan sebagai anak muda yang berasal dari Kent, Inggris. Ia tinggal bersama Mrs. Joe Gargary, kakak perempuannya yang digambarkan sebagai perempuan jahat dan Joe sang pandai besi yang selalu membela Pip. Joe menyadari kemampuan Pip untuk membaca dan menulis, sehingga Pip mengikuti kelas malam yang diselenggarakan oleh Biddy. Pip meminta Biddy untuk mengajarkan padanya segala yang diketahuinya. Untuk mendapatkan pendidikan, Pip mengikuti kelas malam yang diadakan secara tidak resmi oleh negara. Hal ini menggambarkan bagaimana pendidikan tidak menyentuh kelas pekerja di Inggris. Kelas pekerja harus berusaha untuk mendapatkan pendidikan, bahkan hanya untuk belajar membaca dan menulis.

Latar belakang keluarga Pip adalah kalangan masyarakat kelas bawah yang tinggal jauh dari kota. Ada perubahan ambisi Pip dari menjadi seorang pandai besi seperti Joe ke ambisi untuk menjadi seorang 'gentleman'. Kedatangannya di Satis House mempertemukannya dengan Estella, anak angkat Miss Havisham, yang mengubah ambisinya untuk menjadi seorang 'gentleman'. Dalam hal ini, 'gentleman' adalah pria dengan status sosial kelas atas yang hidup mewah. 

Keinginan Pip untuk menjadi 'gentleman' agar dapat setara dengan Estella merepresentasikan kesenjangan sosial pada masa itu. Gaya hidup kelas pekerja yang digambarkan 'serampangan' oleh Estella ketika ia diminta untuk mendeskripsikan Pip. Estella menghina status sosial Pip dari gaya hidup dan pakaiannya. Ia menggambarkan kondisi tangan Pip yang kasar karena membantu pamannya sebagai pandai besi, sepatunya yang tidak layak pakai, serta permainan kartunya yang 'sangat tidak berkelas'. Ketika Estella membawa Pip pada Jaggers, Jaggers menilai Pip sebagai seseorang yang 'tidak sopan' dengan megatakan Estella sebagai perempuan jahat (dalam hal ini, Pip hanya berusaha jujur merespon pertanyaan Estella). Selain itu, representasi yang sama terlihat ketika Joe menemui Miss Havisham. Pip nampak malu ketika Joe merespon pertanyaan Miss Havisham dengan jawaban bertele-tele. Pip merasa malu dengan perilaku Joe, terutama setelah Estella menertawai sikap Joe. Pip yang berada di antara kedua kelas itu pun merasa malu dengan sikap Joe. Hal ini memperlihatkan cara pandang masyarakat 'kelas atas' memandang 'kelas pekerja' dari penampilannya. Menurut 'kelas atas', penampilan menunjukkan gaya hidup yang mengarah pada strata seseorang. Kejujuran bukanlah suatu hal yang penting pada masyarakat 'kelas atas'; jujur atau tidak jujur hanya masalah pantas atau tidak pantas itu diucapkan dalam norma masyarakat. 

Seiring berjalannya waktu, Pip tumbuh dewasa dan Jaggers datang kembali ke kediaman Joe. Ia mengatakan bahwa ada seorang 'dermawan' yang memberikan uangnya agar Pip dapat menjadi seorang 'gentleman' di London. Sebelum pergi ke London, Pip singgah ke Satis House untuk berterimakasih pada Miss Havisham. Pip mengira bahwa Miss Havisham adalah 'dermawan' yang menjadikannya seorang 'gentleman'. Di hadapan The Vultures (saudara-saudara Miss Havisham), Miss Havisham berbohong bahwa dia adalah 'dermawan' yang dimaksud Pip. Miss Havisham kemudian mengakui bahwa ia berbohong demi status sosialnya di depan The Vultures. Hal itu merepresentasikan sebagian kehidupan kelas atas yang 'berbohong' untuk menjaga reputasinya. Reputasi adalah segalanya bagi mereka, walaupun mereka harus berbohong untuk mendapatkannya.

Kedatangan Pip ke London di luar perkiraannya. Pip menggambarkan London sebagai kota yang penuh manusia yang berdagang, kotor, tidak rapih, dan jauh dari gambarannya sebelumnya. Perbedaan signifikan terjadi saat Pip berada di asrama 'gentleman' yang dipenuhi dengan kenyamanan, kemewahan, dan lingkungan yang bersih dan apik. Hal ini memperlihatkan bahwa kontrasnya kehidupan kelas pekerja  dan kelas atas di London. Kehidupan kelas pekerja yang menghabiskan hidupnya untuk bekerja tanpa dapat meningkatkan taraf kesejahteraan hidupnya, sementara kelas atas dapat berfoya-foya dengan pesta dansa dan hidup mewah. Pip merasakan perubahan gaya hidupnya. Ia tidak harus bekerja. Satu-satu pekerjaan yang dilakukannya adalah menghabiskan uang. Ini merupakan kritik terhadap gaya hidup 'kelas atas' yang tidak bekerja, berfoya-foya, hidup dari uang yang dihasilkan oleh para 'kelas pekerja'.

Selama di London, Pip belajar tata cara makan dan gaya hidup seorang gentleman. Namun semakin ia memelajari tata cara kehidupan gentleman, semakin ia menyadari bahwa kehidupannya sekadar kebohongan belaka. Ambisinya adalah sebuah kepalsuan. Hal ini nampak pada perlakuannya pada Biddy dan Joe. Pip merasa malu pada Joe saat pamannya mengunjunginya di London. Joe bersikap seperti orang tidak terpelajar ketika mereka makan di sebuah restoran ternama di London. Pip merasa malu dengan sikap Joe. Sehingga, ia membentak Joe untuk bersikap lebih terpelajar. Pip kehilangan empatinya sebagai manusia demi sebuah status sosial.

Ia menyadari kesalahannya ini sesaat setelah ia mengetahui rahasia yang disembunyikan Jaggers. Kenyataan bahwa Jaggers adalah seorang pengacara yang membela orang-orang bersalah membuat Pip muak dengan kehidupan sebagai gentleman. Jaggers melakukan pekerjaan kotor termasuk membela Compeyson. Laki-laki yang menjadi calon suami Miss Havisham, kemudian meninggalkannya demi uang. Molly adalah perempuan yang menjadi pembantu Jaggers adalah istri Magwitch yang dibela Jaggers. Setelah membunuh istri Compeyson, anak mereka diberikan ke pada Miss Havisham. Kepalsuan ambisi Pip untuk menjadi seorang gentleman terlihat konflik utama cerita sesaat setelah Pip mengetahui bahwa Magwitch (pria yang dibantunya ketika ia kecil) adalah 'dermawan' yang menjadikannya gentleman; yang merupakan ayah dari Estella.

Pip muak dengan gaya hidup 'kelas atas' yang menggunakan uang untuk mengendalikan segalanya. Kejujuran, kesetiaan, kebaikan, dan kebenaran telah tergantikan dengan nilai-nilai material. Kelas atas di Inggris menjadikan status sosial sebagai suatu kebanggan. Pretensi individu untuk membuat orang lain terkesima mengalahkan seseorang untuk jujur pada dirinya sendiri dan berbuat kebaikan demi kemanusiaan yang lebih baik. Selain itu, Pip menyadari kesalahannya pada Joe. Pada akhirnya Joe adalah orang yang menolong Pip dari semua hutang yang dilibatkan Jaggers setelah semuanya terungkap. Pip begitu menyesal dengan ambisi palsunya yaitu uang dan status sosial. Sehingga, ia melupakan tiga hal paling penting dari sekadar status sosial. Pip melupakan keluarga, persahabatan, kejujuran, dan kebaikan yang terpenting dalam kehidupan.

Selain uang dan status sosial sebagai ambisi palsu, Great Expectations juga mengkritisi ketidakadilan tahanan seperti yang dihadapi Magwitch. Ia merupakan korban dari konspirasi Compeyson dan Jaggers di mana pengadilan disuap dengan uang gelap agar melepaskan Compeyson dari tuduhan. Perlakuan terhadap tahanan juga terlihat tidak manusiawi seperti yang digambarkan dalam awal buku ini. Magwitch digambarkan dirantai dan tidak diperlakukan secara manusiawi. Adapun kritik terhadap konsep cinta dan kebencian yang digambarkan oleh Miss Havisham yang mengkritik posisi perempuan 'kelas atas' di mana mereka hanya berada di dalam kastil dan tidak melakukan apapun, hingga akhirnya meninggal karena kesalahan mereka sendiri. Miss Havisham yang meratapi kehidupannya dan menanamkan nilai kebencian pada Estella sejak kecil. Kritik yang disampaikan adalah ketiadaan rasa hormat orang tua pada anaknya, ketiadaan cinta kasih yang seharusnya didapatkan seorang anak. Tidak hanya pada Estella, hal ini juga terjadi pada Pip di mana Mrs. Joe memperlakukannya secara kasar.

KESIMPULAN DAN SARAN
Charles Dickens terkenal dengan karyanya yang menyinggung humanisme, terutama gap kelas sosial pada era Victorian. Hal ini tergambar dengan apik dalam Great Expectations. Nilai moral yang dapat diambil dari karya ini yaitu nilai sosial yang berlaku masyarakat bukan berarti nilai yang paling benar dan sesuai dengan kemanusiaan. Struktur masyarakat pada saat itu digambarkan sarat dengan kemunafikan, sehingga nilai esensi kehidupan pun menjadi pudar. Industrialisasi menjadikan uang pusat dari segalanya. Ini adalah awal mula dari kapitalisme dan munculnya perbudakan manusia dengan menjadi buruh yang diupah dengan tidak sesuai. Dickens juga menyampaikan unsur cinta dan keluarga sebagai bagian terpenting dalam kehidupan. Kekayaan, kemakmuran, dan kebahagiaan tidak diukur dari status sosial. Hal itu dapat sama rata didapatkan bagi kelas pekerja sekalipun.

Jika direfleksikan dalam kehidupan Indonesia saat ini, Great Expectations menggambarkan situasi sosial Indonesia saat ini. Ironinya adalah ini terjadi di Inggris dua abad yang lalu. Kasus yang serupa terjadi di Indonesia pada buruh di Bekasi, buruh pabrik demo menuntut upah yang lebih tinggi. Mereka mengaku dibayar lebih rendah dari UMR (Upah Minimum Regional). Kasus lebih mengenaskan terjadi di Tangerang di mana buruh pabrik panci menginkan untung besar dengan pengeluaran yang sedikit. 25 buruh pabrik dianiaya karena faktor ekonomi yang didasarkan pada uang. Ada baiknya novel ini boleh memberikan nilai moral yang dapat diaplikasikan pada situasi sosial di Indonesia agar menanamkan kejujuran, kebaikan, empati, dan rasa toleransi yang tinggi, sehingga kesenjangan sosial dapat diminimalisir.

REFERENSI
http://www.glencoe.com/sec/literature/litlibrary/pdf/great_expectations.pdf
http://faculty.mdc.edu/dmcguirk/LIT2480Honors/Great%20Expectations%20Introduction.pdf
http://www.us.penguingroup.com/static/pdf/teachersguides/greatexp.pdf
http://www.guardian.co.uk/childrens-books-site/2012/mar/22/review-great- expectations-charles-dickens
http://thebestnotes.com/booknotes/Great_Expectations_Dickens/Great_Expectations22.html
http://www.sparknotes.com/lit/greatex/themes.html
http://www.online-literature.com/periods/victorian.php
http://www.victorianweb.org/history/gentleman.html
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/285527-apindo--kenaikan-upah-jadi-lonceng-kematian
http://www.tempo.co/read/news/2013/05/05/064478014/Ini-Motif-Perbudakan-Buruh-Panci-di-Tangerang

Comments

Popular Posts