Jejak Ekspresionisme Jerman dalam Film Frankenweenie karya Tim Burton



Seni adalah sarana bagi seniman untuk mengekspresikan dirinya sebebas mungkin. Dengan alasan itulah, gerakan ekspresionisme muncul di Jerman pada awal abad ke-20. Ekspresionisme membawa film-film besar seperti The Golem, The Cabinet of Doctor Caligari, Nosferatu, dan Metropolis yang merupakan representasi masa itu. Gerakan ekspresionisme Jerman membawa dampak besar sinema dalam sejarah perkembangan sinema terutama Amerika. Salah satu sineas besar abad ke-21, Tim Burton, adalah sutradara yang mengadopsi ekspresionisme Jerman dalam karyanya. Seperti dikutip dalam Educational Resource Kit: The Fantastical Imaginings of Tim Burton dalam ACMI (Art and Craft Material Institute), ekspresionisme Jerman menginspirasi sebagian besar karya Burton.

Berangkat dari hipotesa tersebut, tulisan ini akan memaparkan ciri dan gaya khas ekspresionisme Jerman yang menjejak dalam Frankenweenie karya Burton. Tulisan dibuka dengan penjelasan mengenai ekspresionisme Jerman terkait sejarah, ciri dan gaya khasnya dalam film sebagai parameter. Dilengkapi dengan karakter ekspresionisme Jerman yang tergambar dalam beberapa film Burton, sinopsis film Frankenweenie, lalu masuk ke analisis yang dibatasi pada aspek sinematografis terkait jejak ekspresionisme apa saja yang terlihat dalam film tersebut. Tulisan ini akan ditutup oleh kesimpulan dari penulis.

Kata kunci: Ekspresionisme Jerman, Tim Burton, Frankenweenie.

EKSPRESIONISME JERMAN DALAM FILM
Ekspresionisme Jerman dimulai pada tahun 1905 ketika sebuah kelompok seniman kecil yang menyebut diri mereka Die Brucke atau The Bridge. Rasa kebosanan dengan gaya seni yang cenderung tradisional dan tidak adaptif terhadap pembaharuan membawa Die Brucke sebagai jembatan seni di masa lalu dan masa itu. Kelompok ini menggagas aliran seni baru yang bebas mengekspresikan diri. Die Brucke percaya bahwa seni adalah bentuk ekspresi diri baik segambar ataupun tidak dengan realita.

Mengutip Norbert Lynton, seorang sejarawan seni, 'ekspresionisme' merupakan pernyataan bahwa ekspresi dan tindakan manusia adalah hal yang tak terpisahkan. Dalam artian, gerakan yang terbentuk dari ekspresifnya aksi yang terjadi secara intensional. Sebagian karya seni bertujuan untuk menggerakkan hati kita lewat gerakan yang tersampaikan dalam media visual. Kumpulan aksi ini terlepas secara emosional dalam bentuk pesan yang sampai pada penikmat seni. Seni adalah orang-orang yang berekspresi melalui karyanya.

Dimulai dari istilah seni lukis, puisi, literatur, ekspresionisme kemudian berkembang dalam dunia film. Momen ini bersamaan dengan Weinmar Republic di mana industri film Jerman yang dikuasai NAZI. Film-film pada masa itu bernuansa gotik supernatural, godaan iblis yang dipaparkan dalam narasi literatur romantik. Namun, ekspresionisme mampu bergeser era Weinmar Republic pada tahun 1920-an dan berkembang di Jerman sejak saat itu. Dengan tujuan serupa, gerakan ekspresionisme dalam film juga mencoba menjembatani film-film dari masa Weinmar Republic ke arah sesuatu yang baru; film sebagai sarana ekspresi. Nama-nama besar dalam ekspresionisme Jerman seperti Fritz Lang, F.W. Murnau, Billy Wilder, Otto Preminger, dan Michael Curtiz dengan karya besarnya Cabinet of Dr. Caligari, Nosferatu, M, Metropolis, dan lainnya.

Ciri dalam film ekspresionisme adalah mise en scène yang kuat. Hal ini tercermin dari segi artistik film yang kompleks, sehingga adegan film membuat penonton 'merasakan' dan 'melihat' 'nuansa gelap', aura 'pesimistis', putus asa dan kesedihan dalam konteks film tersebut. Hal ini ditengarai gambaran masyarakat Jerman pasca-PD II di mana Jerman mengalami traumatis kekalahan perang serta kemiskinan. Minimnya biaya juga menjelaskan alasan film ekspresionisme kerapkali dibuat dalam kualitas yang rendah, latar minimalis sebagai dampak dari chamber play (Jerman mengenalnya dengan istilah kammerspielfielm). Dari segi cerita, film ekspresionisme memilih untuk menggunakan simbol dan teknik sinematografi yang menyoroti potret kehidupan kelas bawah.

Ekspresionisme Jerman memiliki karakteristik spesifik dalam setiap karya film yang kemudian menjadi gaya khas aliran ini. Berikut dipaparkan dalam bentuk pointers:
  • Tema yang berlawanan dengan realita (seringkali diasosiasikan dengan mimpi buruk) baik fiksi, fantasi, maupun horor
  • Alienasi dari masyarakat umum karena kegilaan (perasaan terjebak dalam kehidupan) tokoh protagonis, balas dendam, dan pengkhianatan kerapkali menjadi tema utama
  •  Karakter tokoh tidak realistis (anthtropomorphism), kostum yang tidak biasa, serta tokoh protagonis yang anti-hero dan dekonstruksi dari 'tokoh jahat' dalam realita
  • Setting atau latar ruang (pemilihan perabotan, tempat, arsitektur) maupun waktu yang surealis serta tidak realistis
  • Sudut pandang yang digunakan biasanya sudut pandang orang pertama, sehingga penonton memandang dari sisi karakter yang bersangkutan
  • Pencahayaan menggunakan teknik kontras chiaroscuro[1] yang mempertajam jarak antara cahaya dan bayangan
  • Adanya diskontinu atau pemotongan scene dalam pengeditan alur dalam keseluruhan cerita karena ekspresionisme menitikberatkan pada simbol dan atmosfir cerita untuk menyampaikan makna dalam plot berupa kilas balik, urutan mimpi, maupun kronologi yang terdistorsi
Berikut ditampilkan beberapa gambar yang memperlihatkan karakteristik ekspresionisme Jerman seperti yang telah disebutkan di atas. Gambar ini juga dapat menjadi acuan pembanding dari beberapa adegan dalam film Burton. Demikian dilakukan sebagai analisis jejak ekspresionisme dalam karyanya yang dipaparkan pada bab berikutnya.





Seperti dikatakan pada pendahuluan, gerakan ini ke seluruh dunia termasuk Amerika. Pengaruh ekspresionisme Jerman sampai di Amerika diakibatkan berpindahnya banyak sutradara berbakat berdarah Yahudi sampai dengan tahun 1933. Amerika menjadi tujuan pertama karena merupakan tempat produksi termegah dalam industri film di dunia. Ketika banyak sutradara Jerman masuk dalam perfilman Hollywood, otomatis mereka mendifusikan gaya ekspresionisme dalam sinema Amerika dalam skena sinema saat ini.

EKSPRESIONISME: INSPIRASI UTAMA TIM BURTON
Tidak hanya terjadi pada saat itu saja, ekspresionisme Jerman meninggalkan jejak pada generasi-generasi sineas berikutnya. Tim Burton adalah salah satu contoh dari banyak sineas Amerika yang mengadaptasi gaya ekspresionisme dalam beberapa karyanya. dikutip dalam wawancara Burton dengan The GuardianDikenal sebagai salah satu sutradara kontemporer Amerika, Burton telah melahirkan banyak karya dari Vincent, Beetlejuice, Edward Scissorhand, Sweeney Todd: The Demon Barber of the Fleet Street, The Nightmare before Chrismas, Corpse Bride, Sleepy Hollow, Ed Wood, Nine, Frankenweenie, Charlie and the Chocolate Factory sampai dengan Alice in the Wonderland.

Banyak kritikus melakukan komparasi atas beberapa karyanya dengan mise-en-scène khas ekspresionisme Jerman terutama film pendek pertamanya yang rilis tahun 1982, Vincent. Film ini didedikasikan untuk Vincent Price (yang mana menjadi narator dalam film ini), seorang tokoh yang selalu menjadi inspirasi Burton. Menceritakan tentang seorang anak berumur tujuh tahun Vincent Malloy yang menyangka dirinya adalah Vincent Price. Ia melakukan eksperimen pada anjingnya dan menyukai karya Edgar Allen Poe.

Sudut pandang ceritanya berasal dari orang pertama di mana narator menceritakan kehidupan tokoh utama. Dari sisi tokoh yang tidak biasa,  film ini memperlihatkan tokoh protagonis di mana diperlihatkan bahwa Vincent adalah seorang anak yang berbeda dengan anak-anak umur tujuh tahun pada umumnya. Sebagai contoh, Kegilaan Vincent yang menganggap dirinya adalah Vincent Price. Ia berkeinginannya untuk mentransformasi anjingnya menjadi zombie serta menganggap istrinya terkubur hidup-hidup. Alienasi tokoh terlihat dari pernyataan bahwa ia terikat dengan rumah yang ia tinggali, kemudian ketertarikkannya akan Edgar Allen Poe, sementara anak lainnya membaca buku seperti Go, Jane, Go!.

Karakter yang tidak biasa selain Vincent juga menunjukkan ciri anthtropomorphism seperti anjingnya yang menjadi zombie, makhluk-makhluk dalam dunia ilusinya, serta istrinya yang bangkit dari kematian. Semuanya terlihat pada gambar berikut ini.





 Dalam analis jejak ekspresionismenya, Tema cerita yang cenderung tidak masuk akal. Tambahan latar yang surealistis juga menjadikan film ini sebagai karya Burton dengan elemen ekspresionisme yang kuat. Vincent menggunakan teknik pencahayaan chiaroscuro dalam banyak adegan antara objek dan bayangannya seperti ditampilkan di bawah ini.





Kontrasnya memberi kekuatan dramatis terhadap film hitam putih ini. Tidak hanya pada Vincent, film Burton lainnya juga menampakkan karakteristik ekspresionisme. Karakter ekspresionisme yang kuat dalam latar ruang terlihat dalam Batman Returns (1992) di mana Gotham City digambarkan serupa dengan kota dalam film Metropolis karya Fritz Lang.




Gambaran kota dalam kedua film ini memiliki elemen yang sama yaitu 'kegelapan kota'. Seluruhnya tergambar dalam tingginya bangunan dan teknik pencahayaan yang kontras pada bayangan.

Kesamaan lainnya ditemukan pada segi kostum, make-up, dan penokohan karakter Dr. Caligari dalam film Cabinet of Dr. Caligari dengan karakter The Penguin dalam film Batman. Dr. Caligari adalah tokoh dengan kesan 'gelap', karakter yang tidak stabil, dan berhubungan dengan pembunuhan, lalu The Penguin adalah tokoh yang sama namun dibalut dalam kekayaan dan kepintaran sebagai simbol 'kegelapan' yang disalahgunakan. Dalam wawancaranya dengan Graham Fuller pada tahun 1990, Burton pun mengakui ekspresionisme Jerman sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi karyanya. Burton berkata bahwa kecintaannya pada ekspresionisme karena kekuatan dan kesederhanaan yang berpadu-padan. Keduanya merupakan elemen kuat dalam sebuah cerita.            Setelah dua contoh kesesuaian ciri ekspresionisme dalam film Burton, berikut akan dibahas mengenai Frankenweenie. Film ini merupakan animasi yang rilis tahun 2012 setelah sebelumnya Disney menolak untuk memfilmkannya pada tahun 1984 karena dianggap tidak relevan dengan penonton anak-anak. Adapun kesamaan dalam Vincent dan Frankenweenie selain keduanya merupakan animasi. Kesamaan-kesamaan dalam ciri ekspresionisme tersebut akan dijelaskan dalam bab selanjutnya.

SINOPSIS FRANKENWEENIE
Seorang anak laki-laki bernama Victor Frankenstein adalah pribadi yang introvert dan sulit  untuk bersosialisasi dengan teman sebayanya. Ia memiliki seekor anjing kesayangan yang bernama Sparky. Sampai suatu saat, Ayahnya mencoba mengajak Victor untuk bermain dengan teman-temannya. Kejadian itu berbarengan dengan insiden kematian Sparky karena sebuah kecelakaan.

Di saat yang bersamaan, Dr. Rzykruski, guru sains Victor, menugaskan untuk membuat sebuah proyek yang akan diikutsertakan dalam Science Fair. Dr. Rzykruski yang memberi inspirasi pada Victor untuk menggunakan listrik dengan tegangan tinggi yang dapat menghidupkan sesuatu pada manusia. Hal ini serupa dengan konsep Frankenstein. Kerinduan Victor akan Sparky membawanya dalam sebuah eksperimen, sehingga Sparky berhasil hidup kembali.

Namun keadaan ini menjadi lebih rumit dengan twisting cerita yang melibatkan Ygor, teman Victor, memberitahu teman-teman lainnya. Mereka bereksperimen dan mengubah hewan peliharaan mereka menjadi monster yang menyerang kota. Akhir cerita mengantarkan Victor dan Sparky sebagai pahlawan yang menyelamatkan kota dari bahaya monster-monster ciptaan teman-temannya.

EKSPRESIONISME DALAM FRANKENWEENIE
Dalam bab ini, penulis berusaha menjabarkan beberapa ciri ekspresionisme dalam film Frankenweenie. Ciri utama dimulai dari tema cerita yang mengadopsi ide Frankenstein di mana cinta dan kesetiaan diuji dalam masyarakat yang penuh prasangka. Cerita tentang seorang anak laki-laki berusaha menghidupkan kembali seseorang yang disayanginya karena ketidakmampuan menghadapi kesepian dan kesendirian. Film ini digolongkan fantasi dan bersebrangan dengan realita di mana latar belakang cerita tokoh utama melewati batasan antara kehidupan dan kematian. Analisa berupa deskripsi, komparasi atau gabungan keduanya yang berbasis pada mise-en-scene namun hanya fokus pada tokoh, latar, dan teknik pencahayaan churoscuro.

Tokoh
Dalam film ini, tokoh protagonis, Vincent, adalah tipikal orang yang kesulitan untuk bersosialisasi. Karakternya serupa dengan ciri ekspresionisme di mana ia mengalami alienasi  terutama dari orang terdekatnya. Orang tuanya mengatakan bahwa sikapnya menghidupkan sesuatu yang sudah mati tidak dapat diterima. Hal yang menarik dalam penokohan adalah tokoh-tokoh yang menjadi teman-teman Vincent adalah orang-orang yang dialienasi. Burton menggunakan hal yang berlawanan dengan realita seutuhnya. Kesempurnaan tidak menjadi fokus dalam karakter tokoh.

Setiap karakter tokoh adalah pribadi yang aneh dan tidak biasa yang menjadi sebuah hal normal di film. Sebut saja Ygor memiliki gigi jarang dan tidak sempurna. Tokoh ini juga digambarkan serupa dengan bentuk tubuh Quasimodo dalam Hunchback in the Notre-Dame serta wajah dengan potongan rambut yang mirip dengan Cesare dalam Cabinet of Dr. Caligari. Karakter Quasimodo juga merupakan tokoh yang dialienasi oleh masyarakat, sehingga memperkuat tokoh Ygor dengan karakter serupa.



Lainnya adalah karakter laki-laki Asia yang terobsesi dengan kepandaian dan kamera videonya. Adapun seorang perempuan percaya hal misterius seperti tinja kucingnya adalah pertanda peristiwa baik maupun petaka yang harus diwaspadai atau laki-laki yang secara fisik mirip dengan Frankenstein, dingin, dan sangat kompetitif.



Karakter lainnya diperlihatkan dalam rapat orang tua yang mendemo guru sains untuk dihentikan karena membawa pengaruh buruk terhadap anak-anak mereka. Hal ini menjadi menarik ketika anak-anak mereka justru sangat termotivasi untuk menang dalam Science Fair dan mencuri eksperimen Victor untuk digunakan pada hewan peliharaan masing-masing.









Momen ini justru membawa kota dalam kekacauan monster-monster ciptaan mereka. Monster-monster ini kemudian menjadi karakter pendukung yang membawa Frankenweenie semakin kuat dengan elemen ekspresionisme yaitu anthromorphism di mana hewan-hewan biasa seperti kura-kura, marmut, sea monkeys, dan gabungan antara kelelawar serta kucing diubah menjadi makhluk imajinatif. Hal yang membedakan Frankenweenie adalah karakter Victor yang tidak anti-hero. Ia menjadi pahlawan yang menyelamatkan kota dari monster di akhir film ini. 

Latar
Latar dalam Frankenweenie terutama ruang banyak mengadopsi dari film ekspresionisme seperi Cabinet of Dr. Caligari dan Metropolis. Berikut gambar untuk memperlihatkan perbandingan keduanya.






Gambar di atas menunjukkan kesamaan adanya peletakkan jam dalam latar belakang. Pada gambar pertama merupakan adegan dalam film Metropolis yang menunjukkan biomechanical acting, sementara Frankeweenie memperlihatkan proses eksperimen menghidupkan kembali Sparky. Selanjutnya, kesamaan latar atap yang digunakan dalam Cabinet of Dr. Caligari dan Frankenweenie.



Gambar pertama menunjukkan Dr. Caligari yang menghipnotis Cesare di dalam sebuah peti pada atap. Atap merupakan latar yang digunakan juga dalam Frankenweenie pada gambar kedua. Sudut dan garis tegas akibat pencahayaan menjadi ciri persamaan dalam segi arsitektur kedua layar ini. Selain itu, atap diasosiasikan dengan hal yang mistis dan merupakan sebuah latar yang digunakan hampir seluruh film ekspresionisme dan film lain yang dipengaruhinya.

Selain atap, latar belakang tangga juga kerapkali digunakan yang mencirikan ekspresionisme. Masih dalam komparasi dua film ekspresionisme yang sama, gambar di atas memperlihatkan kemiripan latar tempat.







Berikutnya adalah latar tempat pemakaman di mana batu nisan menjadi fokus utama berbentuk salib dalam latar. Gambar pertama adalah adegan dari film Faust (1926) karya F.W. Murnau yang diperlihatkan berlatar sama dengan beberapa adegan dalam Frankenweenie. 

Teknik Pencahayaan
Sebelumnya, patut diketahui bahwa seluruh gambar yang ditunjukkan pada bagian latar bercirikan ekspresionisme juga memakai teknik pencahayaan churoscuro. Teknik itu digunakan untuk mempertegas sudut, garis, dan ruangan antara kontrasnya hitam dan putih. Namun pada bagian ini, penjelasan hanya akan memaparkan mengenai ciri ekspresionisme dengan teknik churoschuro yang fokus pada objek dan bayangannya.







Empat gambar di atas merupakan beberapa contoh teknik churoscuro yang digunakan untuk mempertegas gambar dalam bayangan. Setiap adegan dengan teknik churoscuro memperlihatkan posisi benda yang ada dalam adegan menjadi kuat. Hal ini juga terjadi dalam setiap garis, motif, dan bayangan yang terkena cahaya. Ciri sama dapat ditemukan dalam banyak adegan di Nosferatu dan Cabinet of Dr. Caligari. Efek ini akan memberikan kesan artistik pada adegan serta menjadi media komunikasi berupa simbol yang membantu menyampaikan pesan berupa tanda pada penonton. Signifikansi simbol menggambarkan 'kegelapan' dalam penggambaran cahaya dan bayangan yang dramatis.

PENUTUP
Ekspresionisme merupakan aliran sinema yang memiliki pengaruh besar bagi sutradara di seluruh dunia. Pengaruh yang ditanamkan oleh ekspresionisme berlanjut hingga film-film kontemporer. Banyak pengaruh ekspresionisme pada sineas Amerika karena perpindahan banyak sutradara Yahudi ke Amerika saat Perang Dunia ke-II. Salah satu sutradara dengan film yang bernuansa ekspresionisme asal Amerika adalah Tim Burton. Karya-karyanya terkenal bertemakan kegelapan, surealis, dan fantasi.         Ekspresionisme terlihat pada semua film Burton termasuk animasi. Vincent adalah karya Burton yang dinilai sangat ekspresionis. Dimulai dari Vincent beralih ke Frankenweenie yang dianggap film animasi terbaik dari Burton. Dari hasil analisa beberapa film Tim Burton, kesimpulan yang didapatkan adalah faktor sinematografi memegang peranan sangat penting untuk ekspresionisme. Tema cerita dan penokohan yang surealis merupakan aspek penting, namun teknik pencahayaan merupakan kunci yang sangat krusial dalam memberikan efek dramatis dan penekanan simetris ruangan latar maupun karakteristik tokoh dan penokohan dalam adegan-adegan filmnya.
             
REFERENSI
"Kirchner Expressionism and the City: Dresden and Berlin 1905-1918" 2003. Royal Academy of Arts, (http://static.royalacademy.org.uk/files/kirchner-student-guide-13.pdf) diunduh pada 12 Desember 2013
"Education Resource Kit: The Fantastical Imaginins of Tim Burton" 2010. ACMI, (http://www.acmi.net.au/global/docs/edkit-burton-fantastical.pdf) diunduh pada 12 Desember 2013
"Frankenweenie is Tim Burton at his best" 2012. CNN, (http://edition.cnn.com/2012/10/05/showbiz/movies/frankenweenie-review-charity/) diakses pada 12 Desember 2013
"Legacy of German Expressionism" 2012.  John Paul Ackels, (http://www.youtube.com/watch?v=EHGla_N7LDE) diakses pada 14 Desember 2013
"What has influenced Burton's film Vincent?" 1982. (http://www.slideshare.net/dunst_c/what-has-influenced-burtons-film-vincent-1982) diakses pada 14 Desember 2013
Pamela Reed. "The Influence of German Expressionism in Tim Burton Films and Art, An Homage to The Cabinet of Dr. Caligari" 2012 (http://storify.com/StrangeMixtie/the-influence-of-german-expressionalism-in-tim-bur) diakses pada 14 Desember 2013



[1] Chiaroscuro adalah istilah yang berasal dari kata Italia yang berarti gelap-terang di mana memperlihatkan perbedaan signifikan antara cahaya dan bayangan dalam sebuah karya seni (http://global.britannica.com/EBchecked/topic/110261/chiaroscuro)

(Tulisan dibuat sebagai paper untuk mata kuliah Sinema Eropa, Pascasarjana Kajian Wilayah Eropa Universitas Indonesia)

Comments

Popular Posts