About 'Her' (2013)
Her adalah sebuah konsep yang ditawarkan Spike Jonze dalam
sebuah narasi yang menggelitik. Sama seperti karya-karya sebelumnya, Being John Malkovich atau Adaptation, Jonze selalu menawarkan cara
pandang berbeda antara intimasi, relasi, keinginan untuk diakui, keberadaan
maupun cinta dengan sudut pandang yang disembunyikan atau justru secara
gerilya. Saya melihat garis besar film ini mengarah pada dualitas imaji dan
sesuatu yang nyata. Ketika konsep tubuh menjadi penting untuk dimiliki dalam
sebuah emosi yang beredar, emosi buatan manusia saja. Ketika nilai-nilai itu
diruntuhkan dengan logis. Awalnya, saya menyadari bahwa kehadiran imaji
'Samantha' adalah sebuah pengonsepan acak dari sebuah program. Kemudian, hal
ini mengarahkan pada sebuah ketertarikan ideoogis yang mengerucutkan saya pada
sebuah pola di mana kenyamanan seseorang ditentukan atas hal yang dipujanya
dalam kualitas orang bersangkutan. Lagi dan lagi, saya diketuk oleh konsep soulmate dari menit ke-10 hingga
pertengahan film.
Logika cerita ini mengenai emosi dan kebertubuhan saya
dapatkan ketika Samantha melemparkan pendapat bahwa kepribadiannya adalah
nyata. Kepribadiannya berasal dari terapan dari kepribadian-kepribadian orang
yang membuatnya. Ia menyebutnya DNA yang bukan saja berbasiskan fisik, namun
juga emosi. Kemajuan emosi Samantha membuat intuisinya melebihi kapasitas
kebertubuhan seseorang. "What makes
me me is my capability to grow some consciusness in every moment I
involved." Pernyataan tersebut membentuk pertanyaan besar. Apakah
intuisi dibentuk dari sebuah kesadaran? Ya. Apakah kemudian intuisi didapat
hanya dari keterikatan seseorang akan sesuatu atau seseorang di luar daripada
dirinya? Ya. Lalu, apa yang membuat sebuah program memiliki basis menyeluruh
dengan jauh lebih matang daripada manusia? Saya tidak tahu. Sepertinya alurnya
sama saja dengan manusia.
Kemudian, saya kembali berpikir. Mungkin ini anomali. Sebagai
program, Samantha adalah satu dari banyak program gagal lainnya. Sama seperti
yang menciptakannya. Mungkin anomali juga ketika ada seseorang mampu menjiplak
DNA-nya pada sebuah komputer. Kebetulan
saja ia dipertemukan dengan Theodore. Samantha seperti mengisi ruang yang
dibiarkan apek dalam keberadaan laki-laki itu. Kembali lagi saya harus
dihadapkan dengan dua sumbu di mana konsep person
dan computer program sebenarnya
adalah hal yang tidak jauh berbeda. Anomali belaka. Semua tidak harus
diperdebatkan sebegitunya beralaskan norma. Mungkin saya akan kesampingkan dulu
nilai-nilai terkait dalam beberapa paragraf ke depan.
Have you ever wondered
how come people could know someone so well from an instant meeting? Skeptisisme saya memaksa untuk mengeluarkan
pernyataan bahwa hal itu tidak mungkin. Pengetahuan akan seseorang tidak akan
dapat dilihat dalam waktu yang sebentar. Namun saya harus menepis lagi
perkataan itu. Seseorang mungkin saja dapat mengetahui kita, mengetahui saya,
mengetahui kamu dari sebuah pertemuan singkat, dari sebuah percakapan panjang,
atau dari kehidupan bersama yang tidak sebentar. Kesalahan saya adalah
menjadikan basis kuantitas waktu sebagai dasar penghitungan, serta melupakan
pentingnya kualitas dalam setiap pembagian pribadi seorang akan yang lain.
Pertemuan singkat mampu mengubah sampai hal-hal fundamental sekalipun. Dari apa
hal itu mungkin terjadi? Intuisi yang didasarkan kemampuan melihat lebih dari
garis cakrawala seseorang. Warna-warna yang mencerahkan akan membuat pandangan
seseorang akan sesuatu menjadi lebih legowo,
tanpa penghakiman, dan welas asih.
Apapun mungkin termasuk mengenal seseorang dengan begitu dalam seperti kamu
pernah bertemu dengannya di kehidupan sebelumya atau bagaikan rangkaian déjà vu yang bertubi-tubi tanpa henti
atau mungkin juga hanya pertemuan saja. Apapun itu, percapakan awal Theodore
dan Samantha menjelaskan semuanya. Kesederhanaan berpikir Samantha untuk
sekadar pemilihan nama yang menjadi tidak logis untuk Theodore, dan bagaimana
Jonze menempatkan kamera penonton pada kehangatan interaksi keduanya.
Hal lainnya yang saya dapatkan adalah ketakutan akan sebuah
penilaian. Penilaian yang tidak terhindarkan. Ketika Amy menunjukkan keindahan
film pendeknya dari skena terlelapnya sang Ibu ketika malam. Theodore menyadari
keindahan dalam hal-hal sederhana, di saat bersamaan pula pacar Amy tidak
menggubris itu. Ia fokus pada hal-hal teknis yang mudah dicerna, ia tidak
melihat keindahan pada skena dokumenter di mana orang harus terlelap dan kita
harus menontonnya. Dualitas makna ditawarkan dalam posisi ini, setidaknya saya
merasa seperti itu. Pertama, ketakutan Amy itu sendiri akan perasaan untuk
ditolak sekelilingnya atas basis keindahan yang dipunyainya. Ketakutan itu
mungkin berasal dari ketidakmengertian orang akan sesuatu. Buruknya, terkadang
penghakiman turun tanpa kesopanan untuk memahami terlebih dahulu. Penonton
dihadirkan dengan pemilihan sudut pandang. Untuk percaya bahwa hal-hal indah
datang dari sesuatu yang sederhana atau justru hal itu meribetkan saja dan
mengurangi waktu untuk mencapai tujuan visi dan misi sebenarnya. Apapun itu,
tidak ada yang salah ataupun benar. Dualitas makna hanya memperlihatkan
ironinya saja. Menggerakkan hati ke mana seharusnya ia bergerak.
Di lain pihak, penerimaan atau posisi tawar Theodore pada
perempuan cantik yang diperankan oleh Olivia Wilde didasarkan karena Samantha.
Intimasi yang ditawarkan perempuan ini dikesampingkan dan dihindari karena
ketidakpastian yang Theodore rasakan. Sikapnya yang begitu hangat pada mulanya
menjadi defensif ketika Theo menyadari perempuan ini meminta lebih dari
sekadarnya. Ia meminta koneksi yang menakutkan. Hubungan keduanya berada pada
citraan belaka. Setidaknya, Theo yang melakukan hal itu. Ia terlalu takut
dengan ketidakpastian. Apa benar begitu? Tidak juga. Perempuan terkait mungkin
berpikir bahwa kehangatan di awal mampu membawanya pada suatu hal yang ajeg, namun tidak ada sesuatu yang ajeg termasuk rasa. Eksplorasi Theodore
memang benar berujung pada eksploitasi, tapi semuanya adalah eskploitasi yang
tanpa intensi. Semua terjadi begitu saja karena ketidakpahaman perempuan itu
akan rasa takut yang sama besarnya dari rasa ketertarikan keduanya. Satu yang
terlupa. Mereka tidak berbagi rasa takut yang sama, semua hanya berhenti di
ketertarikan semata.
Bergerak dari intimasi yang fana, kefanaan hubungan Theodore
dan Samantha justru menjadi nyata dalam setiap percakapan keduanya. Intimasi
hanya sejauh bahasan perasaan yang dibicarakan dengan gamblang. "Things when I worried about you, things that hurt me,
things I want..." Begitu Samantha mendeskripsikan intimasi perasaan
yang dibukanya dala, uraian kata-kata. Ketakutan keduanya terlihat sangat
manusiawi yaitu keraguan akan datangnya pikiran-pikiran yang mencemaskan diri
mereka masing-masing. Bahwasanya, bentukkan tubuh keduanya yang tidak sama -
tidak menjadi batasan bahwa perasaan mereka adalah nyata. Hal ini merenyuh
karena perasaan ini datang dari sebuah komputer. "I have this terrible thoughts...that these feelings are real or
is it just a program. Thinking that thing makes me hurt. And I'm angry to
myself to have pain." Pernyataan Samantha tentang kepemilikan rasa
sakit menjadi hal yang menarik melihat fakta bahwa rasa sakit lah yang
memanusiakan manusia. Kesadaran akan hal tersebut yang menjadi pengingat.
Nampaknya tidak sedikit hal yang dapat dipelajari dari
citraan program yang ber-DNA-kan kepribadian terpilih. Hal menarik yang melesap
dan menghangatkan adalah skena di pantai ketika Samantha melempar
pikiran-pikirannya yang acak. Those
random thoughts she think, it reminds me again not to be so boring by exploring
ideas and teliing them to people. Imajinasi yang diluapkan begitu saja.
Skena ini seperti jawaban dari keraguan atas nosi yang ditimbulkan dari paparan
Amy akan keraguan, ketakutan, dan keresahan atas sebuah penolakan idenya.
Samantha mengingatkan itu kembali.
Dari pertengahan hingga akhirnya, Her kembali lagi mengetuk setiap pintu indrawi saya. Ide-ide
mengenai batas-batas norma dan logika kembali dipertanyakan terutama ketika
Catherine bertemu dengan Theodore untuk menandatangani surat perceraian mereka.
Bagaimana Theodore selalu mengingat setiap kenangannya bersama dengan Catherine
sebagai sesuatu memori indah yang tak mampu dimengerti olehnya mengapa
perempuan itu melepaskan diri. "It
makes me cry," Theodore said. "But everything always makes you
cry," Catherine replied. "Everything you made makes me cry,"
Theodore said and be quiet for a while. Adegan ini memperlihatkan
melankolia Theodore dalam setiap realitas yang bertabrakkan dengan gambaran
yang dilihat Catherine. Kemudian, Catherine menyatakan kekecewaannya yang
mendalam sesaat setelah Theodore menyatakan hubungannya dengan OS Computer-nya. "You date your computer? It makes me sad that you can't handle
real emotions." Saya terdiam. Saya berpikir. Egoiskah Theodore?
Egoiskah Catherine? Mengapa ada kata-kata seperti ini menjelang akhir film.
Saya mencoba menyerapnya namun gagal. Pemahaman saya hanya sampai pada nosi
bahwa kritik Catherine terhadap Theodore menempatkan Samantha pada posisi
inferior yang tidak dapat merasa sesensitif manusia pada umumnya. Bahwasanya,
kesedihan Catherine mengarah pada ketidakmampuan Theodore untuk menyadari bahwa
emosi sebenarnya bukan hanya pada koneksi, intimasi ataupun kejutan-kejutan
yang menimbulkan cerita indah. Emosi yang sebenarnya melibatkan perasaan nyata
yang membutuhkan konsekuensi. Selalu saja bergerak pada kemungkinan-kemungkinan
akan pilihan ini. Namun apakah kemudian penghakiman emosi riil dan tidak riil
berangkat dari sebuah kebertubuhan? Dari sebuah program dan seorang manusia?
Saya tidak tahu.
Namun pada penghujung film, pertanyaan saya tentang itu
seperti dijawab dengan kesadaran Theodore ketika ia membutuhkan Samantha secara
utuh. Dirinya tidak mampu membiarkan orang lain memiliki dan mencintai
perempuan itu. Kecemburuan, ketidakberterimaan, dan pasrah menlingkupi perasaan
seseorang dan menyerang dengan begitu ganasnya mengingat bahwa perempuan yang
dikasihinya memliki kapasitas lebih untuk mencintai dan dicintai lebih dari
dirinya sendiri. Sementara Samantha mengatakan dengan yakin bahwa ia berbeda.
Bahwasanya ketidakbertubuhannya tidak membuat ia kehilangan emosi riil.
Definisi emosi riil adalah kesadaran bahwa tidak hanya kamu saja yang berada di
dunia ini. Perasaan berbagi kesedihan ataupun kebahagiaan yang sama adalah
emosi riil. Tidak perlu menjadi manusia untuk merasakan ketulusan kebersamaan
seperti itu.
"It doesn't make
me love you any less. It makes me love you more. I'm different from you. I'm
yours and I'm not yours. So, I need you to let me go." Pada akhirnya
Jonze pun menyerah pada bingkai realita dengan membiarkan Samantha pergi karena
keharusannya untuk pergi dari Theodore. Nilai-nilai itu akan tetap terpatri
sama. Kenangan bersama Samantha akan selalu diingat bukan sebagai sebuah
program, bukan sebuah permainan, tapi sebagai eksplorasi emosi nyata yang
dirasakan seseorang akan orang lain yang mampu mengisi sesuatu dalam hatinya,
walaupun di saat yang bersamaan - kebersamaan bukan menjadi pilihan bagi
keduanya.
Bagaimanapun film ini berakhir, bahagia atau tidak, saya rasa
akan tetap meninggalkan lubang yang sama. Isu yang sama. Kehilangan yang sama.
Daya tarik luar biasa dalam mencintai seseorang yang begitu berbedanya, begitu
menariknya, begitu tepat dalam satuan momen seolah belahan jiwa adalah tesis
nyata yang diagungkan maknanya. Hingga kemudian, semua itu berulang-ulang
dikatakan, tak hentinya dinyatakan sampai pada suatu ketika kita kehilangan
makna. Banalitas makna ketika kita mengulang kata itu. Sehingga, kita mencari
lebih dan lebih arti sebuah makna. Ekstrimnya pencarian kita melewati batas
norma, logika, dan apapun yang mampu ditampung daya khayal manusia. Tidak ada
yang salah, hanya terkadang titik nadir dari masing-masing kita hanya berbeda.
Comments
Post a Comment