Surat Kesekian


"Dalam kata, dalam surat kesekian, aku pungut ingatan bahagia yang betul kuhitung." (Yogya, 2019)


Di antara gumul studi lanjut, usaha mendapatkan beasiswa, gelut antara personal dan politis, kegaduhan atas kegelisahan komunal, layaknya angin kencang yang bertiup yang menerbangkan harapan karena memperjuangkan hal-hal yang kita percaya, sepanjang 2019 ini, aku dipertemukan dengan banyak momentum yang [lucunya] selalu ku sebutkan dalam bisik doa pendek tiap malam atau pagi. Sejenak berjarak dengan diri sendiri, dan ia membuncah. Apa yang membuncah? Rasa hangat. Hangat sekali. Begitulah April ke Juli, Juli ke Oktober ini, waktu berlalu, tiga bulan menuju Desember. Ku letakkan di sini, pengingat, bahwasanya, dalam pertanyaan antara iman dan nalar, cinta menempatkan kaki pada dua-duanya. Mencapai titik seimbang. Hidup masih bisa semanis ini. Masih banyak hal-hal baik. Kata siapa kata-kata tidak bisa mengubah kita? Aku, kita, hidup dalam kata-kata, dan itu adalah hal terbaik yang aku punya, kita punya, dalam menyiasati waktu dan jarak. Sebagaimana unggahan lainnya, selalu kututup dengan semoga. Kali ini, semoga aku terus menuliskan semoga. Kali ini, semoga aku tetap setia dalam pinta. Kali ini, bahagia menemukan titik-titik lanjutannya dalam cerita panjang, yang tak berkesudahan. Hai, semua, sini ku beritahu satu rahasia: harapan selalu ada dalam peluk dan cium. Boleh dipertanyakan. Silakan. Tapi, ingat, ini rahasia!

Dengan cinta,
Jessy Ismoyo


Comments

Popular Posts