Bhinekka Tunggal Ika (Happy Independence day Indonesia, Happy Eid Mubarak, and also Happy Sunday)



Minal Aidin Wal' Faidzin
Mohon Maaf Lahir Bathin
Happy Eid Mubarak...


            Idul Fitri kali ini berdekatan dengan kemerdekaan RI dan bersamaan dengan hari minggu. Idul Fitri kali ini terasa luar biasa hangatnya, dari gemuruh malam takbiran, adzan yang berkumandang, dan anda dapat mendengar suara nyanyian merdu di gereja pada hari minggu pagi. Tidak ada yang lebih menyenangkan dari situasi seperti ini, ketika satu di antara kita menganggap perbedaan adalah hal yang membuat hidup kita terasa bahagia. Idul Fitri kali ini terasa indah setelah sebelumnya anda dapat mendengar lagu Indonesia Raya berkumandang di telinga anda, anda mendengar derap langkah paskibraka yang mengingatkan bagaimana pejuang-pejuang yang hanyalah orang biasa rela memberikan apa yang dimilikinya untuk negara tercintanya, Indonesia. Idul Fitri kali ini luar biasa, menurut saya. Banyak pelajaran, banyak nilai positif, banyak hikmat yang dapat diambil. Mungkin Tuhan sebenarnya punya maksud positif di balik penanggalan ketiga momen ini yang diletakkan bersamaan?
Mungkin?

            Mungkin bahasan di tulisan ini terkesan berlapis-lapis dengan terlalu banyak perspektif dan sangat sangat tidak objektif, namun mungkin dengan tulisan ini, kita, setidaknya, dapat bercermin, sebagai seorang yang menghargai apa yang Tuhan berikan dengan begitu indahnya. Perbedaan memang selalu menimbulkan konflik. Hal itu tidak dapat dihindari. Sebagai negara multikultur, adalah sebuah kewajiban bagi tiap rakyatnya untuk menyadari bahwa etika multikultur harus dibina sejak dini. Ada pola pikir yang harus diubah. Pola pikir yang dikotak-kotakkan. Pola pikir yang terkungkung dalam balutan rasis maupun etnosentris. Indonesia yang Bhinekka Tunggal Ika, bukanlah hanya semata-mata semboyan yang dibuat oleh pemimpin bangsa ini untuk diletakkan di bawah garuda tercinta. Bhinekka Tunggal Ika memiliki arti mendalam lebih dari "Berbeda-beda tapi tetap satu". Kata-kata itu seakan kehilangan maknanya. Kita tidak mengerti lagi kata berbeda, makna kata-kata itu tidak melekat pada hati kita yang sebenarnya kita, rakyat Indonesia adalah bagian dari Garuda yang terpampang di setiap ruangan kelas yang dapat anda lihat di sekolah, kantor, maupun ruangan pemerintahan.
            Bhinekka Tunggal Ika tidak hanya bermakna "Berbeda-beda tapi tetap satu" ada usaha di sana, ada usaha yang membutuhkan tindakan. Kata-kata itu bukan untuk mengungkapkan bagaimana kayanya Indonesia dengan begitu banyak kekayaan dan keberagaman. Bhinekka Tunggal Ika ditulis di sana untuk peringatan bahwa banyak pekerjaan rumah yang harus kita lakukan sebagai rakyat Indonesia. Bahwasanya, membuat perbedaan menjadi tetap berbeda dalam kesatuannya bukan hal yang mudah. Bagaimana persatuan menjadi harga yang mahal untuk dibayar, pesimis untuk dilakukan, tapi kita tahu kata-kata itu diletakkan di sana sebagai harapan anak negri untuk anak negri dalam pencapaian kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik. Bahwa Persatuan dan Kesatuan adalah tindakan, bukan sekedar kata yang hilang makna yang kita baca, lalu kita lupa.
            Isu multikultural yang saat ini begitu banyak timbul, entah dari suku, ras, maupun agama memang selalu menjadi masalah yang pelik. Masalah ini selalu mampu menaikkan ketegangan antar-kelompok, dan memang tidak dipungkiri permasalahan ini selalu berhasil mengadu-domba beberapa banyak pihak, baik secara terbuka, maupun hanya sekedar memaki dalam hati, satu yang pasti kita tahu, ada kebencian terpendam di sana bagi kelompok yang menjadi minoritas.
            Mungkin Idul Fitri kali ini pertanda, untuk saya, untuk kalian, agar menyadari betapa luar biasanya Tuhan bekerja dalam hidup ini. Mungkin kita tidak dapat berbuat banyak? Atau justru sangat mungkin untuk kita berbuat banyak? Berbuat banyak untuk persatuan kesatuan negri ini? Orang muda selalu dapat melakukan apa saja, kita selalu dapat mengubah sesuatu yang tidak benar, sesuatu yang salah, walaupun hal itu sudah berakar dalam sistem. Perbedaan yang jadi ihwal konflik dapat diminimalisir dengan tenggang rasa yang ditanamkan sejak dini, labelling yang digunakan untuk setiap suku ataupun ras, dan yang terpenting adalah menyadari pendidikan etika multikultur sejak dini. Pentingnya kesadaran akan multikulturalisme tidak hanya datang dengan sekali seperti hikmat dari Tuhan. Etika multikulturalisme adalah tindakan yang harus dilakukan dengan simultan, saling menghargai, saling menghormati, tentu akan meminimalisir konflik. Untuk ke depannya, etika multikulturalisme dapat dihantarkan melalui pendidikan, untuk mengajarkan anak-anak bagaimana pentingnya perbedaan mewarnai kehidupan kita. Sejak kapan terakhir mungkin kita menganggap pelajaran PPKn penting? Sejak kapan anda melihat anak-anak anda menaruh perhatian lebih pada pelajaran tersebut dengan alasan guru yang mengajarkan pun tidak mengerti bahan ajar yang mereka ajarkan? Permasalahan ini mungkin terlihat sederhana, tapi dengan adanya perubahan sistem pendidikan kewarganegaraan mungkin dapat memberi dampak luar biasa pada sistem yang sudah agak melenceng ini.
Mungkin?

            Satu harapan saya, di hari yang Fitri ini, saya hanya ingin menyampaikan dari hati yang terdalam bagaimana sulitnya saya, sebagai kaum minoritas di Indonesia yang katanya menjunjung tinggi Pancasila sebagai dasar negara. Pancasila yang mewajibkan setiap warganya untuk memeluk agama. Saya sebagai minoritas, meminta untuk diberikan hak lebih agar dapat membangun rumah ibadah. Tanpa menyulut emosi di pihak mana pun. Mungkin? Marilah kita benahi hal yang seperti ini, tidak ada kompetisi dalam hal seperti ini. Alangkah indahnya mayoritas yang sudi menggandeng minoritas tanpa menciptakan 'gap' di antaranya. Menjadi minoritas tidak pernah mudah, selalu sulit, tapi sebenarnya hal ini tidak menyulitkan sama sekali, terkadang minoritas terlalu menutup diri, dan itu yang coba saya hindari. Minoritas dan mayoritas hanyalah masalah jumlah, dan jumlah hanyalah sekedar angka. Apabila ada tenggang rasa di antara kita, ibarat pasangan beda agama, pertengkaran mungkin ada, namun itu tidak menghapuskan keterikatan dan kehangatan yang sudah dijalin bersama. Mengapa harus memberi ruang pada pihak ketiga yang ingin memporak-porandakan semuanya?
Kasihi mengasihilah kamu satu dengan yang lain.
Kasih, Kasih, Kasih. Mengasihilah kamu satu dengan yang lain.
Is it too much to ask for?

Di hari Idul Fitri yang indah ini, saya, tersenyum, kembali merasakan kehangatan perbedaan.
Saya mendengar seruan merdeka dengan kepalan tangan di atas, perasaan rakyat Indonesia yang tersentuh akan perjuangan-perjuangan para patriot negri ini.
Saya  mendengar adzan yang indah di malam tadi dan suara nyanyian indah di gereja pagi ini.
Saya juga mendengar suara dari ketukan pintu tetangga yang berbeda agama saling memberikan kue ataupun makanan dan memohon maaf lahir dan bathin satu sama lain.
Saya juga mendengar jabatan tangan dengan perkataan "God Bless You".
Indonesia itu...indah.
Indah bukan merdeka, saling memaafkan, dan berkat Tuhan diucapkan berdekatan?
Kita sudah merdeka kan?

"If you want to know whether Islam, democracy, modernity, and women's right can coexist, go to Indonesia."
- Hillary Clinton on her visit to Indonesia, 2009.

Comments

Popular Posts