Paris Sex Museum
Paris selalu berkaitan dengan Eiffel, sungai Seine, taman
Tuileries, budaya Café yang harus dirasakan bagi setiap turis, pergi ke Notre-Dame, Versailles, dan tempat
wisata yang memang harus dikunjungi. But
boys will be boys, and they can't resist another adventure in each journey.
Don't they? Paris kali ini tidak akan membawa anda pada romansa dan cinta
yang berbau terlalu feminin. Bagaimana kalau melihat cinta dari segi yang
kadang-kadang agak tabu untuk dibicarakan?
Sex, maybe?
Sesaat mendengar Sex
Museum, bohong jika kita mengaku pikiran kita tidak langsung tertuju pada Red Light District di Amsterdam. Bagi
sebagian orang, Sex Museum berasosiasi
dengan Belanda, Amsterdam, dan Red Light
District. Namun kali ini, mari berjalan kembali ke sisi lain kota Paris.
Sisi di mana cinta dan romansa digantikan dengan sedikit unsur seks di
dalamnya. Herannya, seks di kota ini dapat menjadi sebuah karya seni dengan
nilai artistik yang tinggi!
How to get there
What a suprise!
Paris yang terkenal sebagai city of love,
juga memiliki sebuah museum seks yang lebih dikenal dengan nama Musée de l'Érotisme (Museum Erotisme).
Museum ini terletak di Red Light District
versi Paris, tepatnya di Arrondisement
18th, Boulevard de Clichy nomor 72. Merasa sulit untuk
menemukannya? Dari pusat kota, anda dapat pergi ke stasiun Paris Métro terdekat. Cari pemberhentian Place Pigalle dan perhatikan bahwa untuk menuju Pigalle terdapat
dua line yaitu: line 2 tujuan Porte Dauphine-Nation dan line 12 tujuan
Mairie d'Issy-Front Populaire. Pigalle (Paris Métro) memang melewati
Arrondissement 9th dan 18th . Jadi, perhatikan anda di
jalur yang tepat agar tidak tersesat seperti yang terjadi pada saya.
Setelah berjalan sekitar 100 meter terhitung sejak turun
dari Métro. Langkah kakipun tidak
sabar melihat apa yang ada di atas stasiun Place
Pigalle ini. Satu demi satu anak tangga ditapaki, sambil disambut cahaya
matahari serta logo Métro unik yang
layak untuk difoto, dan suara banyak turis bicara di kanan dan kiri, tidak
mungkin anda tidak ternganga. Pemandangan langsung disapa dengan deretan sex shop yang serupa dengan yang dapat
anda temukan di Amsterdam, ditambah dengan Moulin
Rouge yang memang menarik untuk dikunjungi, namun perhatian kali ini tidak
ke arah sana. Ya, pemandangan windmill khas
abad ke-19 dengan lampu merah besar di mana pertunjukkan kabaret paling
terkenal di dunia ditampilkan. Ada keinginan untuk menonton, namun tiket Moulin Rouge menghabiskan kurang lebih
150 Euro. Harga yang cukup mahal untuk kantong pelajar yang sedang belajar di
negeri itu, jadi keputusanpun berpindah untuk mengunjungi Musée de l'Érotisme dengan hanya menghabiskan 6 Euro saja dengan
menggunakan kartu mahasiswa dan 10 Euro saja untuk harga normal. Jika sedang
beruntung, anda akan mendapatkan reduction
atau potongan harga sebesar 1 Euro. Museum ini buka dari jam 10 pagi hingga
jam 2 dini hari. Tidak seperti museum lainnya di Paris, museum ini memperbolehkan
segala koleksinya difoto.
What will you find
Impresi pertama dengan museum ini tidak begitu bagus,
tapi saya harus mengakui bahwa impresi pertama bisa saja salah. Dengan nuansa
lampu neon, saya tidak berhenti melihat sekeliling saya, terkagum-kagum, sampai
orang Prancis di samping saya tertawa dan menyapa saya yang tidak berhenti
menganga. Museum Erotisme Prancis jelas tidak tertulis pada textbook budaya Prancis yang saya
pelajari. Pandangan pertama saya adalah pada sebuah pahatan kayu berbentuk
penis setinggi dua meter yang dipahat dan divernis dengan indah pada tiap
lekukannya. Tanpa seorang pemandu wisata, saya mencoba mengikuti petunjuk dari
buku wisata yang diberikan saat saya membayar tiket masuk. Dipenuhi dengan
lukisan, sketsa, foto, poster, pahatan, pameran kontemporer, bahkan
pertunjukkan dvd film porno dari berbagai negara, dekade. Semuanya tertata
rapih di tujuh lantai dan sungguh bernuansa seni dalam hal artistik dan
pengaturan museumnya. Paris memang selalu memiliki pengaturan museum yang luar
biasa, seks dengan baiknya diubah menjadi sebuah pengetahuan seni dalam Museum
Erotisme.
Museum ini dibuat memang khusus untuk orang-orang yang
berusia di atas 18 tahun karena konten seks yang ditawarkan membutuhkan
pengetahuan luas dari sejarah-sejarah seni dunia terkait seksualitas. Museum
ini bermula dari hobi Alain Plumey dan Joseph Khalifa yang berencana membuat
gedung tujuh lantai tersebut menjadi sebuah tempat kabaret dengan koleksi seni
erotis dan artefak seks pribadi mereka yang memang telah dikumpulkan selama
bertahun-tahun. Semenjak taun 1997, museum ini beroperasi untuk umum dan
menyuguhkan karya dari seniman mancanegara dan koleksi permanennya, ditambah
satu lantai khusus pameran temporer pada tiga lantai di museum ini.
Anda dapat melihat galeri foto menarik mengenai keindahan
lekuk tubuh perempuan, dokumentasi foto posisi-posisi seks yang dilakukan orang
terkenal, dan arsip semua Red Light
District di Paris, tempat prostitusi dan rumah bordil yang dulunya
beroperasi di Prancis sampai ditutup kembali oleh pemerintah pada tahun 1946. Something will take your breath not only for
a moment, I'm pretty sure! Anda dapat menemukan banyak display dari Prancis dan Inggris termasuk nama didalamnya adalah
Charlie Chaplin dalam pengalamannya di Paris
Bordellos.
Pada lantai pertama dan ruang bawah tanah, anda dapat
menemukan konten seks dari Asia, seperti dari India, Jepang, dan Cina. Selain
itu, ada barang-barang erotis dari Afrika dan Amerika Latin. Tidak seperti
barang-barang erotis Eropa yang memiliki akar budaya dari Yunani kuno di mana
tidak membuat imajinasi anda menggila, benda-benda dari India dan Afrika
misalnya dapat membuat anda menggeleng-gelengkan kepala seperti, alat bantu
seks zaman dahulu yang terbuat dari kayu atau posisi seks dalam kamasutera yang
digambarkan indah oleh seniman India.
Hal yang menarik perhatian adalah miniatur-miniatur kecil
yang menggambarkan para petinggi agama di Eropa pada saat itu yang bertindak
dengan tidak semestinya. Pada sepanjang tahun 1800-an, para petinggi agama yang
berkuasa di Prancis menyalahgunakan kekuasaan mereka. Kebanyakan pengurus
gereja dari yang paling tinggi sekalipun bersikap berlawanan dengan ajaran
agama. Dapat anda lihat dalam karya Moine Lubrique dan Randy Monk
mempertanyakan otoritas gereja yang terbelenggu oleh nafsu. Hal ini menjadi
perhatian beberapa seniman Eropa yang kemudian dikritik tajam melalui miniatur
patung yang dapat dilihat di museum ini. Beberapa secara gamblang menunjukkan
seorang pengkhotbah yang sedang melakukan kegiatan seksual di balik mimbarnya
bersamaan dengan kegiatan religiusnya. Ironi-ironi seperti ini yang kemudian
mengkritik otoritas gereja pada masa itu.
Anda dapat menemukan hal menarik lainnya seperti
permainan metal seperti yang anda temukan di karnival di mana besi tidak boleh
menyentuh hingga ujung lajur besi yang terbentang sepanjang kurang lebih satu
meter, namun kasus dalam museum ini adalah besi yang menjadi lajur berbentuk
perempuan telanjang. Apabila anda gagal, ia akan melenguh selayaknya perempuan
orgasme. Ouch! That rings a bell! Menarik
bukan? Ada juga pameran dari pengendara sepeda yang telanjang dan dengan bentuk
bokong yang bergelombang membentuk pose yang sangat menghipnotis (dalam artian
keanehannya).
Interesting Fact
Sebuah fakta menarik datang dari Kaisar Cina, Hsiao-ching
(156-141 SM). Ia adalah orang pertama yang memperkenalkan seni erotisme dengan
menggambar keseluruhan gedungnya dengan mural erotis. Ia disinyalir sebagai
inventor seni erotis. Anda akan menyukai toko oleh-oleh yang berada di dekat
pintu masuk. Toko itu menjual beberapa aksesoris erotis (yang memang lebih
besar unsur erotis daripada seninya), adapun beberapa foto dan buku tentang
sejarah erotisme dalam bahasa Prancis, serta beberapa kartu pos erotis yang
menarik untuk dibeli. Harganya memang agak mahal, but it's all worth it!
Perjalanan tujuh lantai
menghabiskan waktu kurang lebih hampir dua jam. Lamanya perjalanan tentunya
termasuk bagian menikmati karya-karya dan sekadar duduk karena lelah menaiki
tangga. Sesaat keluar dari museum ini, saya merasa lega karena sudah terlalu
banyak melihat keerotisan di sana. Namun perjalanan Métro kembali ke daerah
tempat saya tinggal di Belleville,
sepertinya saya sudah kembali rindu untuk berada lagi di museum itu. Kekaguman
saya belum usai tentang keerotisan yang dibalut indah dalam seni dapat menjadi
sebuah pengetahuan. I'm sure you don't
wanna miss this place when you go back again to Paris!
(Writings is published on Maxim's Traveler Feature)
Comments
Post a Comment