Be The Change!


"Be the change you wish to see in this world." Begitu saya mengutip Mahatma Gandhi. Jadilah agen perubahan bagi jenis perubahan yang sangat engkau inginkan bagi dunia ini. Saat ini, inilah yang akan saya lakukan untuk memenuhi kutipan itu. Bicara dan menulis untuk anak-anak yang belum percaya bahwa mereka mampu mengubah dunia. Kalian bisa kalau kalian percaya. BE THE CHANGE!
Sesudah itu berfirmanlah Tuhan: "Sesungguhnya banyak keluh kesah orang tentang Sodom dan Gomora dan sesungguhnya sangat berat dosanya." (Kejadian 18:20)

Tidak ada yang lebih menyenangkan dari 'merasakan' kembali sinar matahari yang menyentuh wajah. Bayangkan kehangatan yang sama terjadi, tapi di dalam hati. Minggu pagi kemarin persis seperti itu. Kali ini bacaan yang harus diterangkan hanya sepanjang satu ayat. Satu saja untuk menjelaskan keseluruhan runtutan peristiwa Sodom dan Gomora. Saya tidak akan banyak bicara mengenai pemahaman kontekstual dalam Alkitab, melainkan memperlihatkan perspektif lain atau menggeser sedikit fokus firman (begitu frasa yang biasa saya gunakan) yang selama ini saya pahami dan saya pertanyakan sejak saya kecil. "Why did God punish all those sinners in Old Testament?"

Bacaan ini fokus pada penghancuran Sodom dan Gomora atas kehendak Tuhan. Tuhan menghukum kedua negara itu karena dosanya yang sudah tidak dapat diampuni. Garis utamanya, keadilan Tuhan dan penghukuman yang diturunkan Tuhan pada Sodom dan Gomora membuat kita, pengikutnya, terkadang terjebak dalam logika yang salah dalam menghadapi orang-orang berdosa seperti mereka. Alkitab menyebutnya sebagai pendosa. Mereka yang dihancurkan di Sodom dan Gomora. Saya membuka sesi ini dengan pertanyaan? Berapa dari kalian yang akan mengolok teman kalian yang metroseksual dengan sebutan banci? Kelas menjadi sedikit riuh dengan tangan yang saling menunjuk dan tawa yang tergelak. Kadang reaksi mereka terlalu jujur dan itu memperlihatkan keadaan sebenarnya. Itu yang coba saya sampaikan kali ini.

Saya berusaha agar saya tidak melakukan apa yang dulu Kakak pendamping saya khotbahkan tentang Sodom dan Gomora. Permasalahan ini bukan tentang membuat anak-anak takut akan dosa dan pendosa, kemudian memisahkan diri dari mereka yang berdosa. Pemisahan akan cenderung mengeksklusifkan diri anak-anak dan membuat jarak yang menempatkan mereka di posisi superior. Dalam tahap perkembangannya, superioritas dapat membentuk karakter apatis pada kelompok orang tertentu berdasarkan stigma agama yang telah diajarkan dari kecil.

Pada kasus ini, Sodom dan Gomora memang bertemakan kehancuran kota karena dosa penduduknya yang berbuat imoral. Penduduknya rata-rata adalah homoseks, mengalami penyimpangan-penyimpangan seksual, angkuh serta sombong sebagai masyarakat yang berada di kota yang sukses. Penduduk kota Sodom dan Gomora selalu bersikap congkak pada negara lain di sekitarnya, yang dikenal dengan sebutan Pentapolis; Adma, Zebolim, Bela dan Zoar (Kejadian 19:22).  Tuhan memang menampakkan keadilannya dengan menghancurkan kota itu dengan api dan sulfur. Abraham dapat menyelamatkan keluarganya, namun Lot berubah menjadi tiang garam karena menengok ke belakang.

Pagi itu, saya mengajak adik-adik untuk mengubah sedikit persepsi mereka tentang ayat ini. Ayat ini bukan hanya fokus pada kebencian Tuhan akan dosa Sodom dan Gomora. Ayat ini tidak hanya menimbulkan efek teror pada pengikut Tuhan mengenai dosa yang manusia lakukan. Apakah kemudian menggeser fokus ayat menjadi sebuah dosa? Saya yakin tidak. Saya kemudian mengundang adik-adik untuk membuka kepala, melihat dari sisi yang lain dalam ayat ini, dan menelaahnya serta menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Pemahaman bahwa tidak mengajarkan untuk membenci dan menghakimi memiliki akar definisi yang berbeda dengan boleh atau tidak diperbolehkannya tindakan berdosa itu dilakukan. Mengapa Tuhan menghancurkan Sodom dan Gomora? Karena Tuhan ingin memperlihatkan kemuliaan kasih Abraham lewat doa yang disampaikan padanya. Kasih yang saya maksudkan adalah lepas juga dari adanya penghakiman. Lepas dari anggapan kasar yang sering kita lontarkan pada orang-orang yang dosanya sama seperti yang dilakukan orang-orang di Sodom dan Gomora. "Karena kasih menutupi banyak sekali dosa," dan kita bukan Tuhan yang mampu menghakimi. Kita hanyalah muridnya yang diajarkan untuk mengasihi.

Demikian tertulis pada Kejadian 18: 16-33, ketika Abraham memohom pada Tuhan untuk menyelamatkan orang-orang di Sodom dan Gomora. Abraham, yang notabene manusia, memohon (saya ulangi kembali), ia memohon pada Tuhan untuk menyelamatkan Sodom dan Gomora apabila ada sedikit orang baik di dalamnya. Penawaran dimulai dari 50 orang baik yang kemudian turun menjadi 10.  Ya, memang tidak banyak. Pada akhirnya pun, Tuhan menghancurkan kota itu karena dosanya sudah tidak dapat diampuni di mata Tuhan. Satu hal yang saya ingin tekankan pada adik-adik pagi tadi, bagaimana Abraham dapat meminta pada Tuhan dengan penuh kasih dan perhatian. Posisinya tidak berada dalam state of mind yang menyenangkan. Ia di bawah tekanan, namun ia tetap meminta dengan kasih agar jangan menghancurkan Sodom dan Gomora.

Ya. Kasih. Saya mengubah fokus ayat ini pada kasih Abraham dalam doanya. Ketika ia memohon sesuatu. Ia ragu dengan jumlah orang benar di Sodom dan Gomora. Dalam keraguannya pun, Abraham tak berhenti meminta Allah supaya tidak menghancurkan kota itu. Kebesaran hati Abraham juga diperlihatkan dalam menanggapi kemurkaan Tuhan atas manusia. Don't you just love the idea how Abraham tells us to do? Loving each other, praying for each other, and asking God not to destroy them.

Saya lebih senang dengan perspektif ini. Bahwasanya, Tuhan hanya sejauh doa. Dalam doa yang benar, kasih harus menjadi bahasanya. Doa adalah ucapan syukur dan permohonan yang lepas dari ego sendiri. Doa bagi orang lain. Itulah sahajanya sebuah syafaat. Saya tidak lagi percaya dengan efek teror yang ditekankan dalam ayat ini. Ya, mungkin Sodom dan Gomora dihancurkan karena Tuhan mempunyai kekuatannya untuk menghakimi manusia. Itu karena ia Tuhan yang mana ingin memperlihatkan tindakan Abraham yang memimpin dengan penuh kasih di dalam pergumulannya. Bukan tidak mungkin, Tuhan ingin memperlihatkan sosok Abraham sebagai contoh nyata.

Fokus lainnya yang coba saya angkat dalam ayat ini adalah kekuatan orang benar. Apakah kemudian ada sampai 10 orang benar di Sodom dan Gomora? Tidak. Hanya segelintir orang benar dalam kumpulan orang yang berdosa di mata Tuhan. Bahasan ini kemudian menjadi menarik ketika saya bertanya tentang rasa apatis yang ada dalam diri mereka masing-masing. Timbul pertanyaan yang sangat manusiawi dalam tiap hati kita masing-masing ketika saya membawa pembicaraan ini pada tema 'Apakah kalian percaya setiap satu orang dari kalian mampu membawa perubahan?' Pagi itu, kelas saya dipenuhi 13 anak-anak Teruna yang mana hanya dua orang percaya bahwa ia dapat mengubah dunia. Lainnya, mereka meragukan kapasitas diri mereka sendiri untuk mengubah dunia.

Apakah kemudian mengecewakan mendengar generasi muda tidak percaya akan adanya perubahan? Tidak. Itu tidak mengecewakan. Mereka sedang berada dalam proses untuk percaya. Tugas yang lebih tua adalah memberi panutan agar tidak menghilangkan rasa percaya mereka. Rasa percaya akan menimbulkan harapan dan harapan akan membentuk iman. Adanya iman membuat kelelahan tidak ada artinya dengan perjuangan yang nanti kita lakukan.  At least, I do believe on that thing. It's ok to be tired as long as you don't stop.

Proses akan membawa mereka menjadi seseorang yang percaya dan mampu mengubah dunia. Saya tidak meragukan hal itu. Saya percaya tiap-tiap mereka punya hal itu yang mungkin belum terlihat. Dua anak yang percaya kemudian menjawab pertanyaan saya. "Iya kak, aku percaya kok kalau aku bisa mengubah dunia. Soalnya gini kak, kita berbuat kecil saja deh. Nanti perbuatan kecil itu kan akan jadi besar." Jawaban lainnya lebih menggugah hati saya lebih jauh. "Mungkin kak. Aku percaya kok kak kalau kita bisa mengubah dunia. Gini ya kak, gimana ya jelasinnya ya kak, kalau aku berbuat baik nih kak. Orang lain pasti akan lihat perbuatanku, nanti mereka akan berbuat yang sama. Gitu terus kak sampai semua orang melakukan itu." I thought like...ok those answers already answered the whole idea of my speech today. Haha.

Saya mengajar 12 kepala yang memiliki pandangan cerdas pagi ini dan hal ini tidak mudah. Thank God for the wisdom, I don't know really how to solve their question without your guidance. Lalu, pertanyaan sama mendalam tentang keraguan mereka tentang diri mereka. Apa yang mereka takutkan? Apa sebenarnya yang membuat mereka apatis terhadap perubahan melihat kemampuan mereka yang seadanya. Saya mendapat reaksi menarik untuk pertanyaan satu ini. "Kak, misalnya kita baik sama orang ya kan kak. Orangnya itu nanti pasti ngomong kalau kita ini baik karena ada maunya saja. Mungkin juga, kita disebut orang yang cari perhatian karena berbuat baik." Saya tersenyum menghadapi pertanyaan ini. Berada dalam khotbah ini sebagai pembicara bukan saja mengajarkan anak-anak untuk percaya pada diri mereka sendiri, percaya pada kehebatan Tuhan serta percaya pada perubahan, tapi juga mengingatkan kembali pada diri saya bahwa menjadi apatis bukanlah opsi. Pada akhirnya, permasalahan adik-adik juga menjadi permasalahan umum. Berapa dari kita tidak dewasa dalam menanggapi hal seperti itu? Berbuat baik dengan mengharapkan timbal balik? Kita lupa esensi dari memberi. Bahwasanya, memberi harus didasarkan rasa di mana kita tahu rasanya tidak memiliki - bukan karena ingin sesuatu itu kembali. Ketulusan adalah kunci. Begitu juga dengan perbuatan baik. A good deed becomes good if only you don't ask to be praised of being good.

Setelah itu, saya mengajak adik-adik untuk masuk dalam diskusi mengenai talenta, bakat, mimpi mereka dan perubahan apa yang mereka harapkan bagi dunia? Artian bakat, talenta atau mimpi adalah kelebihan yang sudah mereka sadari  ataupun sesuatu yang mereka inginkan agar mereka dapat mengubah dunia. Sementara itu, perubahan yang akan dilakukan tidak dibatasi pada mungkin atau tidak mungkinnya hal itu akan terwujud. Saya mengajak mereka untuk menuliskan apa saja yang ada di pikiran mereka tanpa peduli reaksi orang lain selama perubahan itu membawa dampak bagi orang banyak. Demikian jawaban-jawaban mereka yang saya salin tanpa saya sunting.

1. Bakat/talenta/mimpi: bermain musik, menjadi guru bagi teman. :)
Harapan: bermimpi menjadi Jenderal untuk melakukan perubahan bagi negara dan lingkungan. Contohnya: korupsi, konflik, politik, pertahanan negara.

2. Bakat/talenta/mimpi: memiliki kepintaran (pemikiran yang masuk akal), kemampuan yang pada akhirnya kita dapat mengajarkannya pada orang lain.
Harapan: Perubahan tersebut jika orang tersebut bebal terhadap kejahatan yang dapat berubah menjadi kebaikan terhadap perbuatan kita dengan memiliki harapan untuk orang tersebut menjadi baik.

3. Bakat/talenta/mimpi: bekerjasama dalam ulangan.
Harapan: mengubah daun menjadi uang.

4. Bakat/talenta/mimpi: main bola.
Harapan: menjadi berkat bagi orang lain.

5. Bakat/talenta/mimpi: menjadi penengah jika ada yang bertengkar.
Harapan: perubahan dalam hal memperbaiki hubungan antara orang tua dan anak agar tidak ada orang yang mengalami hal seperti artis Marshanda. Cari alternatif lain untuk menulis (kertas).

6. Bakat/talenta/mimpi: bermain musik.
Harapan: hilangnya korupsi di Indonesia, lingkungan alam di Indonesia tetap lestari.

7. Bakat/talenta/mimpi: nyanyi dan memasak.
Harapan: masak.

8. Bakat/talenta/mimpi: bermain basket.
Harapan: bisa pelayanan ke tempat yang lingkungannya kurang percaya kepada Tuhan. Memberi pertolongan sepenuhnya kepada orang susah/korban bencana, memberikan dana/kebutuhan pokok/kebutuhan kesehatan dengan uang hasil pekerjaan sendiri.

9. Bakat/talenta/mimpi: menghibur orang lain. Membanggakan orang tua.
Harapan: Membuat koneksi Wi-fi dari pohon.

10. Bakat/talenta/mimpi: public speaking, menjadi penengah, dengerin temen curcol, masak, membanggakan orang tua (amin).
Harapan: Jadi pilot yang paling keren biar bisa menerbangkan orang-orang dengan selamat. Tanam pohon untuk Indonesia yang lebih baik.

11. Bakat/talenta/mimpi: talenta saya dan bakat saya adalah dapat berkomunikasi dengan baik dengan orang lain dan dapat berbahasa Inggris dengan baik.
Harapan: perubahan yang ingin saya lakukan untuk lingkungan saya adalah mengajarkan anak-anak yang tidak bersekolah agar dapat berbicara bahasa Inggris.

12. Bakat/talenta/mimpi: bermain gitar klasik
Harapan: Menjadi pilot. Aku ingin juga memurahkan harga automotif di Indonesia.

Jawaban adik-adik ini membuat saya tersenyum simpul. Apakah karena jawaban mereka tidak masuk akal? Bukan. Saya tersenyum karena apa yang saya sampaikan sampai ke hati mereka masing-masing. Perubahan yang ingin mereka lakukan cukup menggugah hati saya. Jawaban seperti ingin mengubah uang dari daun atau adanya Wi-fi di pohon memang tidak logis. Namun saya mengajak melihat jawaban itu lebih saksama. Lihatlah alasan mereka menuliskan jawaban itu. Bagaimana kalau alasan mereka menumbuhkan pohon uang untuk membantu orang-orang yang tidak memiliki atau akses mudah Wi-fi untuk semua lapisan masyarakat. Sesederhana itu saja, tidak usah ditarik lebih jauh dalam logika orang dewasa.

 
Akhirnya, saya menutup kelas pagi itu dengan dua video di mana cuplikan pertama adalah teaser dari IYC tahun lalu yang saya harapkan dapat mengetuk pintu hati mereka untuk percaya bahwa mereka mampu mengubah dunia. Bagaimana keadaan Indonesia yang membutuhkan orang-orang seperti mereka untuk kembali percaya bahwa jawaban dua orang pada kelas itu adalah mungkin adanya. Dengan sesuatu yang kecil, secara bersama-sama, kita dapat melakukan sesuatu yang besar.


Video kedua saya tampilkan sebagai tambahan di mana pesan utamanya bertuliskan "CHANGE YOUR WORD, CHANGE YOUR WORLD." Saya menyampaikan bahwa satu-satunya cara untuk mengubah dunia adalah lewat kata-kata yang disampaikan secara lisan maupun tulisan. Dengan pustaka sebagai senjata, kata-kata adalah hal paling luar biasa yang dipunyai orang-orang untuk mengubah dunia. Begitu saya mengutip Tan Malaka untuk mengakhiri tulisan ini. Tulisan yang saya tujukan untuk 12 adik-adik yang berada di kelas saya tadi pagi. Semoga tulisan ini selalu mengingatkan kalian untuk tidak apatis dan tidak menyerah untuk mengubah dunia ini menjadi lebih baik. Bermimpilah setinggi-tingginya karena hidup terlalu indah untuk menjadi biasa saja. Walk with God and you can do anything. Kalian pasti bisa.

Comments

Popular Posts