Ilusi Rasa

"21 September datang lagi. Kebetulan jua kah hari ini hujan? Memang mungkin semua hanya kesan-kesan dengan alpanya pesan. Kita toh pada akhirnya akan selalu sendirian, terkungkung dengan dekapan malam, dibalut tetesan hujan, atau kerlip lampu-lampu yang terlalu terang.

Ia diingatkan kembali dengan pertentangan dirinya. Konflik pribadi yang terjadi tanggal 21 September. Karena begitu takutnya sendiri, kita menjamah diri untuk sebuah afeksi. Karena begitu takutnya dengan cerita yang tak dibagi, kita menggadai jari membagi kisah pada orang-orang maya. Karena begitu rindunya untuk penuh, kita luluh pada peluh yang tak kita tahu.


Bukankah sedih ketika kita mengisi hati dengan hal yang tak begitu berarti? Bukankah juga sedih ketika kita tidak mampu melepas nostalgia dan merenggut kebahagiaan yang sudah ada daripadanya? Dan bukankah juga sedih jikalau hanya meratapi kebahagiaan yang kita kira nyata, tapi sebenarnya hanya fatamorgana?



Seharusnya kita tahu bahwa kita hanya melihat apa yang ingin kita lihat. Seharusnya kita tahu kapan harus membatasi cerita ketika semuanya tak lagi bermakna. Seharusnya kita tahu kalau nelangsa juga sama sederhananya seperti menjadi bahagia. Seharusnya kita tahu...



Harga yang dibayar terlalu mahal. Hal yang dikorbankan terlalu banyak...untuk sebuah ilusi atau dongeng lama yang kita sebut cinta. Bisakah kita bahagia tanpa merasa semua yang kita lakukan percuma?

Bisa, tapi....
Bisa, tapi....
Bisa, tapi...selalu ada bagian yang mati karena cinta itu memberi bukan menikmati. Bagian yang mati itulah kita ikhlaskan demi mempertahankan seruan doa-doa para peziarah. Karena rasa percaya penting untuk dijaga. Begitu katanya."

Comments

Popular Posts