Equality Marriage in France
All photos courtesy by Sonia Bressler, Demonstration of Equality Marriage in France, January 2013, taken in Paris. |
PENDAHULUAN
Presiden Prancis, François Hollande
(Parti Socialiste) menilik kembali
hukum mengenai pernikahan homoseksual dan mengusulkan adanya persamaan hak bagi
kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender). Berdasarkan pengambilan
suara yang dilaksanakan di parlemen Prancis, 329 suara mengatakan setuju dengan
pernikahan sejenis. Sementara itu, 229 suara menyatakan keberatan. Melihat
mayoritas wakil masyarakat Prancis setuju dan mengingat égalite yang dijunjung tinggi oleh Prancis, maka usulan Hollande
ini kemudian disahkan Februari 2013 lalu oleh L'Assamblée Nationale. Kemudian, kasus ini naik ke senat
tertanggal 4 April 2013.
Hal menuai berbagai respon di
kalangan masyarakat Prancis yang nampak dari demo yang terjadi 24 Maret 2013
sebagai aksi protes masyarakat atas disahkannya peraturan baru ini. Pihak kontra
terdiri sisi konservatif dengan prinsip pernikahan Kristiani yang kental
berpedoman pada Code de Civil des
Français yang dikeluarkan oleh Napoleon Bonaparte tahun 1804, yang
menyatakan bahwa sebuah instusi pernikahan adalah seorang laki-laki dan
perempuan dengan tujuan menghasilkan keturunan serta memberikan warisan pada
anak mereka.[1]
Berdasarkan kerangka di atas, kasus
ini menarik untuk ditilik dari sisi hukum yang fokus pada hak asasi manusia,
baik dari bingkai hukum Prancis dan hukum Uni-Eropa (UE). Tulisan ini
memaparkan pemahaman tentang pro dan kontra yang terjadi di masyarakat Prancis
tentang pernikahan homoseksual serta memberikan gambaran bingkai hukum Prancis.
Melihat fakta bahwa 11 dari 27 negara anggota UE yang telah mengesahkan
pernikahan homoseksual, termasuk diantaranya:
Norwegia, Swedia, Belanda, Spanyol, Portugal, Iceland, dan lainnya[2],
pernikahan homoseksual menjadi permasalahan yang serius bagi UE yang menjunjung
tinggi demokrasi. Sehingga, penulis melihat perlunya penjelasan mengenai hukum UE
yang melindungi hak warga negaranya termasuk mendapatkan hak yang sama dalam
pernikahan homoseksual. Kemudian, paparan ini akan ditutup oleh kesimpulan dan
opini dari penulis.
PERNIKAHAN HOMOSEKSUAL DI PRANCIS: PRO
DAN KONTRA
Seperti yang telah disebutkan pada bagian
pendahuluan, ada pihak pro dan kontra mengenai pernikahan homoseksual di
Prancis antara kaum kiri dan kaum konservatif. Adanya perbedaan pendapat dari
gereja Katolik dan partai oposisi sayap kanan, seperti UMP (Union pour Un Movement Populaire) dengan partai kiri, Parti Socialiste (PS). Pihak oposisi
mendasarkan tuntutannya pada konsep bahwa setiap anak seharusnya memiliki
seorang ayah dan seorang ibu seperti yang tertulis dalam Code de Civil des Français yang dibuat oleh Napoleon Bonaparte.
Selain itu, pihak oposisi meyakini bahwa Prancis adalah negara yang kental
dengan ajaran Katolik dan pihak gereja Katolik telah menentang pernikahan homoseksual
ini dari awal.
Posisi pro dan kontra di masyarakat
Prancis menempatkan posisi Prancis di keadaan yang pelik. Menurut voting yang dilakukan oleh Sudouest.Fr, 63% masyarakat Prancis
setuju dengan pernikahan homoseksual dan 49% menolaknya. Namun, hanya 50% yang
setuju dengan pengadopsian anak oleh pasangan homoseksual. [3] Sementara, sisanya menolak mosi ini.
Dalam debat di Assamblée National, yang berada di pihak oposisi yakni Bernard
Perrut, wakil UMP dari Rhône. Ia berargumentasi bahwa masyarakat Prancis memang
terikat dengan konsep kebebasan dan kesetaraan dalam hukum. Namun, masyarakat
Prancis saat ini cemas akan pengesahan pernikahan dan hak adopsi pasangan homoseksual.
Perrut menyatakan hal ini dipaparkan dengan jelas oleh pers Prancis. Oleh karena
itu, adalah tugas wakil rakyat untuk menjamin keamanan masyarakat. Keputusan menolak RUU ini dinilai pantas untuk
mengurangi keresahan masyarakat.[4]
Sementara itu, Hollande yang berasal
dari Parti Socialiste (PS) jelas
mendukung pernikahan homoseksual. Ia mendapat dukungan pula dari
Marie-Françoise Clergeau, anggota parlemen dari Parti Socialiste (PS). Mengutip perkataannya pada Deutsche Welle (DW), perjuangan untuk
pernikahan homoseksual adalah masalah norma sosial agar masyarakat menjadi
setara dan mendapatkan hak yang sama.[5] Dukungan
juga datang dari Ministre de La Justice,
Garde des Sceaux, Christiane Taubira, yang mendukung dengan penuh
kesetaraan hak bagi para kaum LGBT untuk menikah. Dasar pihak kiri mendukung
pernikahan homoseksual adalah Prancis sebagai negara yang menjunjung tinggi
kebebasan dan kesetaraan. Disahkannya pernikahan homoseksual akan menjadi titik
balik untuk hukum Prancis selama beberapa dekade terakhir. Taubira menyatakan
bahwa Prancis seharusnya menghargai diversitas konsep sebuah 'keluarga'. Bahwasanya,
konsep 'orang tua' tidak hanya sekadar 'Ayah' dan 'Ibu'. Sebuah keluarga tidak
hanya terdiri dari seorang 'Ayah', 'Ibu', dan anak.
Sebagai reaksi atas putusan Assamblée Nationale, demonstrasi
besar-besaran oleh masyarakat yang menyebut diri mereka 'Les antis mariage pour tous' dilakukan di Paris yang dihadiri oleh
sekitar 340.000 orang di menara Eiffel. Gerakan penolakan dipimpin oleh Frigide
Barjot. Ia adalah seorang mantan bintang di Paris dan seorang Katolik yang
taat. Tujuan demo ini adalah memperjuangkan hak anak-anak dalam lingkungan
sosial. Masyarakat mengingatkan pemerintah untuk tidak menutup mata pada
realitas bahwa banyak masyarakat Prancis belum sepenuhnya menerima anak dari
pasangan homoseksual dengan baik. Hal ini tidak baik bagi perkembangan psikis
anak yang diadopsi.
Lain daripada itu, Barjot menolak
adanya sistem 'pinjam janin' yang pasti dilakukan sebagai cara untuk memiliki
anak. Hal ini justru melanggar demokrasi. Para pengunjuk rasa menuntut
diadakannya referendum sebagai penyelesaian masalah ini. Dengan spanduk
bertuliskan "NON À PMA" (Katakan
tidak pada pinjam rahim), "POUR
DEFENDRE LES DROIT DES ENFANTS" (Untuk membela hak anak-anak), "ON VEUT DU BOULOT, PAS DU MARIAGE
HOMO" (Kami menginginkan pekerjaan, bukan pengesahan pernikahan homo),
dan beberpaa slogan lainnya; demo ini telah berjalan di Marseille, Valence,
Paris, Bruxelles, Nantes, dan beberapa di Prancis, dalam bulan Maret 2013 ini. [6]
Source: http://frigidebarjot.com, Demonstration of anti-homosexual, 'Les antis mariage pour tous' |
Menanggapi argumentasi pihak
oposisi, seperti dituliskan juga dalam TF1
News, pernikahan homoseksual dilindungi oleh hukum sipil Prancis yang
terbaru bahwa pernikahan tidak hanya diperuntukkan bagi pasangan lawan jenis,
tapi juga berlaku untuk homoseksual. Taubira merespon pertanyaan 'pihak
oposisi' mengenai permasalahan 'pinjam rahim', "Akses untuk 'pinjam rahim'
tidak disertakan dalam rancangan hukum ini," begitu dipaparkannya pada
Oktober 2012 lalu. Penjelasan Taubira ini memberi jawaban atas pertanyaan
pengunjuk rasa yang menolak pernikahan homoseksual.[7]
Saat ini, proses hukum sedang
berlangsung di Senat dari tanggal 4 April kemarin akan berakhir pada tanggal 14
April nanti. Keputusan senat inilah yang akan menentukan masa depan Prancis sebagai
negara ke-12 yang melegalkan pernikahan homoseksual atau tidak.
HUKUM PRANCIS
Gambaran mengenai situasi pro dan kontra
mengenai pernikahan homoseksual dalam masyarakat Prancis telah didapat pada
penjelasan sebelumnya. Berikut akan dipaparkan mengenai bingkai hukum Prancis
yang berkaitan dengan hak asasi manusia, terutama mengenai pernikahan homoseksual.
Seperti yang telah disebutkan di
bagian sebelumnya, hukum sipil Prancis yang mengatur tentang masyarakatnya
semula diatur dalam Code de Civil des
Français oleh Napoleon Bonaparte, pada tahun 1804. Hukum ini berdasarkan
aturan gereja Katolik yang masih kental pada masa itu. Peraturan hukum sipil Disebutkan
dalam Title II, Chapter III, Of Acts
Before the Civil Law Authorities: Of Acts of Marriage (Art. 76) dan Title V, Chapter I & II, Of the
Qualities and Conditions Required In Order to be Able to Contract Marriage
dan Of the Formalities Relative to the
Celebration of Marriage. Ketiga bagian dalam Code de Civil des Français ini menekankan bahwa pernikahan adalah
hal yang sah dilindungi daan didasarkan oleh agama Katolik. Pernikahan adalah
penyatuan laki-laki dan perempuan dalam ikatan yang disatukan oleh agama dan
negara.
Peraturan ini kemudian mengalami
perubahan sejak Révolution Sexuelle (Revolusi Seksual) pada tahun 1960-an.
Revolusi ini terjadi karena meningkatnya kemandirian finansial masyarakat
Prancis jaman itu, sehingga menyebabkan adanya konsep 'loisir' (kesenangan). Konsep 'loisir' ini kemudian membuat tujuan
seks pada masyarakat Prancis bergeser dari 'procréation'
(reproduksi) menjadi 'recréation'
(bersenang-senang). Revolusi ini juga terjadi karena meningkatnya angka
perempuan yang mengenyam pendidikan dan adanya buku La Deuxième Sexe oleh Simone de Beauvoir, sehingga diakuinya
kesetaraan gender di Prancis. Adanya Révolution
Sexuelle membawa dampak langsung bagi kehidupan seksual masyarakat Prancis.
Dampak yang terlihat adalah masyarakat menjadi lebih terbuka soal seks karena
hal itu sudah dianggap tidak tabu, adanya pelegalan aborsi, dan toleransi yang
tinggi terhadap kaum LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender).[8] Perubahan
ini menjelaskan bahwa Code des Civil des
Français dinilai sudah tidak relevan dijadikan sebagai acuan dalam
penolakan pernikahan homoseksual.
Dengan adanya toleransi tinggi
terhadap kaum LGBT akibat Révolution
Sexuelle, kemudian pemerintah membentuk PACS (Pacte Civil de Solidarité) pada tahun
1999. Warga negara Prancis yang melakukan PACS disebut pacséle. PACS adalah aturan yang mengikat dua orang yang tidak
memiliki ikatan darah untuk hidup bersama tanpa berada di bawah institusi
pernikahan (concubinage). Aturan ini
berlaku baik bagi pasangan heteroseksual dan homoseksual. Lulusnya PACS sebagai
salah satu hukum sipil dikarenakan prinsip Prancis yang laïcite (negara terpisah dari agama), sehingga hukum ini dipandang
sesuai dengan hak asasi manusia (walaupun dianggap bertentangan dengan ajaran
iman Katolik).
PACS mengikat hanya untuk pasangan,
tapi tidak berlaku untuk hubungan keluarga seperti pada pernikahan umumnya.
Dalam (Art. 515-1) PACS code civil
menjelaskan bahwa concubinage dapat
dilaksanakan baik untuk pasangan heteroseksual atau homoseksual. Demikian
tertera dalam hukum sipil "Un pacte
civil de solidarité est un contrat conclu par deux personnes physiques
majeures, de sexe différent ou de même sexe, pour organiser leur vie commune,"
(PACS adalah sebuah kontrak yang mengikat dua orang, baik sesama jenis atau
lawan jenis, untuk hidup bersama).
Hukum sipil paling akhir yang
mengatur tentang pernikahan homoseksual di Prancis jelas dipaparkan dalam Code Civil (Art. 143), yang isinya
serupa dengan aturan PACS mengenai hubungan yang dilegalkan, baik sesama jenis
ataupun berlawanan jenis. Demikian tertulis: "Le mariage est contracté par deux personnes de sexe different ou
de même sexe," (Pernikahan adalah kontrak antara dua orang sesama
jenis atau lawan jenis). PACS merupakan fondasi hukum kuat sebagai dasar
kesetaraan kaum homoseksual menuntut adanya hak untuk hidup bersama, yang
sekarang bergerak menjadi tuntutan untuk legal dalam status pernikahan.
Hukum Prancis jelas melindungi hak
kaum homoseksual untuk menikah. Hal ini semakin terlihat sejak naiknya Hollande
sebagai presiden Prancis. Kaum kiri selalu memperjuangkan hak kaum homoseksual.
Hollande menjanjikan adanya kesetaraan hak kaum homoseksual untuk menikah yang
dipaparkan dalam Engagement 31, bahwa
pernikahan homoseksual akan dilegalkan sama seperti pernikahan lawan jenis yang
ada di Prancis sebelumnya.
HUKUM UNI-EROPA
Setelah dipaparkan mengenai kasus
pernikahan homoseksual dalam bingkai hukum Prancis, kemudian akan dijelaskan
mengenai hal yang sama dalam bingkai hukum Uni-Eropa. Uni-Eropa (UE) menjamin
hak asasi dan kesetaran tiap warga negara anggotanya, termasuk dalam masalah
pernikahan homoseksual. Hal ini jelas dipaparkan dalam undang-undang European Commission of Equality and Human
Rights (EHRC) dan Equality Act 2006
untuk mendukung perkembangan dalam masyarakat terkait hak asasi manusia,
tolerasi antar-individu, dan mengurangi adanya diskriminasi, yang diakibatkan
kurangnya pemahaman tentang perbedaan. European
Commission of Equality and Human Rights (EHRC) juga bertanggungjawab untuk
memonitori efektivitas dalam peraturan terkait hak asasi manusia dan berhak
mengubah hukum apabila hukum yang bersangkutan dilihat menyimpang dari prinsip
kesetaraan dan kemanusiaan UE. Hal ini terintegrasi dalam European Convention on Human Rights (ECHR), yang tergabung dalam Human Rights Act 1998. Selain itu, perlindungan kesetaraan
dan hak asasi manusia sehubungan pernikahan homoseksual juga diatur dalam Equality Act 2010, dan European Charter of Fundamental Rights of
the European Union.
Dalam ECHR jelas dipaparkan empat
bagian dalam undang-undang yang berkaitan dengan aturan pernikahan homoseksual
dalam hukum sipil. Dalam Equality Act
2010, clause 13: Direct Discrimination,
clause 12: sexual orientation, (Art.8) dituliskan "Everyone has the right to respect for his of her private and
family life, home and correspondence," (Setiap orang berhak atas
kehidupan pribadi dan keluarganya, rumah dan korespondensinya). Dalam Equality Act 2010 (Art.9), dituliskan bahwa negara menjamin kebebasan dalam agama
atau kepercayaan. Hal itu dapat dikaitkan dengan kepercayaan bahwa pernikahan
tidak harus dibangun oleh pasangan yang berlainan jenis kelamin. Selanjutnya,
dalam Human Rights Act 1998 (Art. 12) diterangkan bahwa negara
menjamin hak untuk menikahi laki-laki atau perempuan di atas 18 tahun, dan
dalam (Art.14) ditambahkan bahwa
negara menjamin tidak adanya diskriminasi atas aplikasi kasus ini termasuk
mengenai orientasi seksual. Jika terjadi diskriminasi, maka hal ini harus
segera dijustifikasi.
European
Charter of Fundamental Rights of the European Union dengan jelas memaparkan
dalam Title II, (Art.6), tentang
kebebasan, "Everyone has the right
to liberty and security of person," bahwa setiap warna negara anggota
Uni-Eropa dijamin hak kebebasannya dan keamanannya untuk mendapatkan kesetaraan
dalam kemanusiaan. Hal yang sama tentang pernikahan dijelaskan dalam (Art.9), tentang hak untuk menikah dan
membentuk keluarga, "The right to
marry and the right to found a family shall be guaranteed in accordance with
the national laws governing the exercise of these rights," bahwa hak
untuk menikah dan membentuk keluarga dijamin dalam hukum Eropa yang berkaitan
dengan hukum negara, di mana Prancis menjamin hak kebebasan warga negaranya
tentang pernikahan homoseksual. Dalam (Art.21),
mengenai anti-diskriminasi, dijelaskan bahwa semua orang sama haknya di mata
hukum. Diskriminasi dalam bentuk apapun dilarang dalam negara, termasuk
orientasi seksual.
Dalam European Court of Human Rights, permasalahan pernikahan homoseksual
pertama muncul dalam kasus Schalk v Kopf, di mana persidangan melihat adanya
perubahan besar masyarakat yang mengubah institusi pernikahan sejak munculnya
ECHR. Persidangan mengarah pada (Art.9) pada
Charter of Fundamental Rights of the European
Union di mana membedakan definsi 'pria dan wanita' dan mendukung prinsip
bahwa hak untuk menikah dan membentuk sebuah keluarga dilindungi oleh
pemerintah. Sejak adanya kasus ini, pasangan homoseksual dinilai pantas untuk
membangun sebuah keluarga. Selain itu, pada tahun 2009, ECHR membuat Gender Recognition Certificate (GRC) yang mengidentifikasi gender setiap
individu. Adanya GRC mendukung adanya pernikahan homoseksual karena jenis
kelamin individu adalah hal yang berbeda dengan gender.[9]
Demikian pemaparan mengenai bingkai
hukum UE yang mendukung kebebasan dan kesetaraan bagi kaum homoseksual untuk
menikah. Pernikahan homoseksual jelas dilindung oleh undang-undang hak asasi
manusia di wilayah UE.
KESIMPULAN
Pernikahan homoseksual jelas dilindungi
baik dari segi hukum negara, dalam kasus ini adalah Prancis, dan dalam
Uni-Eropa (UE). Hal ini terjadi karena Prancis merupakan negara yang menjunjung
tinggi prinsip kebebasan dan kesetaraan hak asasi manusia. Sementara itu, UE menjunjung
tinggi demokrasi. Kedua faktor tersebut menjadi dasar bagi kaum homoseksual
untuk menuntut posisi yang sama dengan kaum heteroseksual.
Hukum di Prancis dapat memperlihatkan
bahwa mayoritas masyarakat Prancis telah memahami kesetaraan hak yang mengarah
pada kemanusiaan yang lebih baik. Adanya pihak oposisi di Prancis dikarenakan
adanya pihak konservatif yang lebih fokus pada aturan agama. Hal ini tidak
efisien mengingat Prancis adalah negara yang memisahkan urusan agama dan
negaranya (laïcite). RUU yang telah
lolos di Assamblée Nationale beberapa
waktu lalu dapat diasumsikan akan diloloskan juga oleh Senat Prancis sebagai UU
nyata pernikahan homoseksual di Prancis.
Uni-Eropa (UE) dengan detail
menjelaskan dalam undang-undang terkait hak asasi manusia bahwa tiap warga negara
anggota berhak mendapatkan hak yang sama dalam pernikahan. Hal ini diatur oleh European Court of Human Rights, Equality Act
2010, dan European Charter of
Fundamental Rights of the European Union. Jelas tertulis bahwa UE menjamin
hak-hak negara anggotanya dalam kemanusiaan dalam banyak aturan hukum sipil.
Oleh karena itu, penulis mendukung UE
untuk melegalkan pernikahan homoseksual. Hal itu didasarkan pada prinsip UE yang
menjamin kebebasan pergerakkan manusia dalam setiap negara anggotanya. Apabila
adanya perbendaan antara negara yang
pro dan kontra pernikahan homoseksual, hal itu akan meninmbulkan ketimpangan
hak yang didapatkan para kaum homoseksual pada setiap daerah UE, dan hal itu
melanggar prinsip dasar UE.
Referensi
Hardwick, Jayne dan Rose, Ellie. "Equal Civil Marriage: Equality and Human Rights Comission Position
Paper," 2012.
(Sumber
Elektronik)
http://www.lecho.be/actualite/economie_politique_europe/Mariage_gay_en_France_la_loi_est_votee.9303962-3500.art?ckc=1
http://www.assemblee-nationale.fr/evenements/code-civil-1804-1.asp
http://www.dw.de/how-much-more-tolerance-can-europe-take/a-16710865
http://www.sudouest.fr/2013/02/08/sondage-les-francais-pour-le-mariage-gay-mais-contre-l-adoption-960889-5458.php
http://www.dailymotion.com/video/xw2jgq_christiane-taubira-defend-le-mariage-pour-tous-a-l-assemblee-nationale_news#.UVm3JatOpgk
http://www.dw.de/french-campaigners-stand-up-for-gay-marriage/a-16522414
http://lci.tf1.fr/france/societe/mariage-gay-que-prevoit-le-projet-de-loi-7637196.html
http://frigidebarjot.com/page/2/
http://www.scribd.com/doc/20182384/Revolution-Sexuelle-en-France
[1] Assamblé Nationale.
"Code Civil des Français," (http://www.assemblee-nationale.fr/evenements/code-civil-1804-1.asp)
[2] Deutsche, Welle. "How Much More Tolerance Can Europe
Take?" http://www.dw.de/how-much-more-tolerance-can-europe-take/a-16710865
[3] Sudouest.Fr.
Sondage les Francais pour Le Mariage Gay,
(http://www.sudouest.fr/2013/02/08/sondage-les-francais-pour-le-mariage-gay-mais-contre-l-adoption-960889-5458.php).
[4]
National Assembly for Equality Marriage
in France (http://www.dailymotion.com/video/xw2jgq_christiane-taubira-defend-le-mariage-pour-tous-a-l-assemblee-nationale_news#.UVm3JatOpgk).
[5] Deutsche, Welle. "French Campaigners Stand Up for Gay
Marriage. "The Idea of 'marriage for all' will take nothing away from
heterosexual marriage as it exists today but we're opening it up to same-sex
couples to allow them to achieve a social norm, to have the same rights, to
have real equality." (http://www.dw.de/french-campaigners-stand-up-for-gay-marriage/a-16522414)
[6] Barjot,
Frigide. Le Point pour Tous numero 3, J-2
avant la manif du 24 Mars, Vendredi 22
Mars 2013, (http://frigidebarjot.com/page/2/).
[7]
My TF1 News, (http://lci.tf1.fr/france/societe/mariage-gay-que-prevoit-le-projet-de-loi-7637196.html).
[8] Revolution
Sexuelle en France,
(http://www.scribd.com/doc/20182384/Revolution-Sexuelle-en-France)
[9] Hardwick, Jayne dan
Rose, Ellie. "Equal Civil Marriage:
Equality and Human Rights Comission
Position Paper," 2012.
This essay is made due to European Union Law mid-term essay on European Studies Postgraduate Study, University of Indonesia. And published with the aim to avoid plagiarism.*
This essay is made due to European Union Law mid-term essay on European Studies Postgraduate Study, University of Indonesia. And published with the aim to avoid plagiarism.*
Comments
Post a Comment