Biding a Very Warm Farewell to the Master Degree


Setelah beberapa minggu, akhirnya saya punya waktu tenang untuk menulis. Kali ini saya mungkin akan bercerita proses penulisan tesis saya yang memang tertunda kurang lebih satu tahun. Entah harus dari titik mana saya memulai cerita ini. Pada tanggal 11 Januari 2016 kemarin, saya berhasil mempertahankan tesis saya dengan baik di depan jajaran pengajar yang memang saya kagumi. Tesis saya berjudul 'Film Indigènes sebagai Gugatan atas Identitas Tentara Maghribi dalam Tentara Prancis'. Tesis ini rampung berkat bimbingan Dr. Suma Riella Rusdiarti serta masukan berharga Dr. Jugiarie Soegiarto, Dr. Polit. Sc. Henny Saptatia DN, MA, dan Dr. Danny Susanto, MA. Saya tidak menyangka bahwa saya dapat menyelesaikan tesis ini dengan predikat sangat baik.

Awalnya, saya berencana untuk mengambil isu LGBT sebagai bahan penelitian saya. Dengan fokus pada legalisasi pernikahan homoseksual di Prancis, saya ingin mengkaji lebih jauh dampaknya terhadap masyarakat di Prancis. Namun penelitian ini tidaklah memungkinkan. Saya menghabiskan waktu sangat banyak untuk mengumpulkan data terkait legalisasi pernikahan homoseksual di Prancis, tetapi rintangan yang banyak akhirnya membuat saya menyerah. Saya tahu bahwa tidak seharusnya saya menyerah dengan topik ini. Kemudian mengutip salah satu dosen saya, penelitian yang baik juga seharusnya mampu memprediksikan besarnya kemungkinan dapat atau tidaknya penelitian dilakukan dalam rentang waktu tertentu. Dalam waktu kurang lebih setahun pun, penelitian ini mengalami jalan buntu. Cukup banyak biaya dan tenaga saya curahkan untuk penelitian ini, hingga tak kurang waktu saya berlari dari masalah.

Pada satu titik, saya menyerah pada keambisiusan saya. Kesadaran inilah yang membawa saya pada titik cerah penelitian ini. Saya mengganti topik saya dari legalisasi homoseksual ke kajian film. Walaupun demikian, film yang saya inginkan tidak mudah didapatkan. Saya mengalami lagi berbagai guncangan dalam proses penggantian kedua topik tesis saya. Awalnya, saya berencana untuk membahas identitas generasi kedua dan ketiga imigran di Prancis lewat eksistensi Beur Cinéma. Saya pikir, tidak ada yang meneliti keberadaan Beur Cinéma sebagai salah satu genre di Prancis. Genre ini menarik karena memiliki kekhasan sendiri dilihat dari dampak sosial dan politiknya bagi kaum imigran di Prancis. Lagi dan lagi, penelitian ini mengalami jalan buntu. Saya masih berusaha untuk mengumpulkan data terkait penelitian ini. Buku-buku dikirimkan dari sana-sini untuk membantu penelitian saya, tapi penelitian ini kurang kuat dalam ranah tesis. Akhirnya, saya memutuskan untuk tidak memaksakan kehendak saya. Saya mundur dari topik ini.

Ketika menonton banyak film imigran, hati saya tertambat pada satu film, Indigènes. Film ini serupa dengan film Saving Private Ryan. Menariknya, film ini membawa dampak signifikan pada sosial, politik, dan budaya di Prancis. Tidak hanya berhasil menggugah Presiden pada saat itu untuk mengubah kebijakan pensiun para veteran maghribi, film ini berhasil menimbulkan kontra hegemoni bagi para maghribi terkait keberadaannya sebagai 'imigran' di Prancis. Hal ini yang membuat saya yakin untuk menjadikan film ini korpus penelitian saya. Kemudian timbul pertanyaan? Mengapa saya mengetengahkan pertanyaan tentang identitas? Menurut saya, identitas adalah warna diri. Hal ini menjadi penting karena warna diri ternyata tidak pernah berhenti berproses. Proses ini timbul dari timbal balik individu dengan lingkungannya. Berangkat dari pemahaman saya yang minim, saya memutuskan untuk meneliti film ini baik dari segi naratif, sinematografis, sampai pada dampak sosial dan politiknya.

Sidang saya berjalan dengan mudah. Jajaran dosen terlihat sangat suportif dan memberikan saran luar biasa bagi tesis saya. Tidak henti-hentinya rasa terima kasih saya haturkan pada semesta, saya dikelilingi orang yang benar-benar sayang dan menemani saya di saat terpenting saya ini. Kalau saya bicara soal problem internal seperti rasa takut, ragu, dan cemas. Perasaan cemas tidak memberikan yang terbaik memakan porsi sangat besar dalam proses ini. Tidak jarang saya merasa tidak mampu dan tidak percaya diri. Di lain waktu, saya merasa begitu pongah. Saya merasa penulisan ini mudah, sehingga saya terus-menerus menekan diri saya lebih jauh lagi untuk kelengkapan referensi tulisan ini. Tulisan ini sangatlah jauh dari sempurna, saya menemukan banyak sekali cacat ketika sudah mengunggahnya di data perpustakaan kampus. Namun inilah yang membuat saya kembali diingatkan bahwa tidak ada tulisan yang sempurna, layaknya tidak ada satu individupun di dunia ini yang sempurna. Perubahan menjadi penting demi melengangnya iklim berpikir kritis.

Proses pembuatan tesis ini adalah progres untuk saya. Progres apa? Saya menyadari juga akan pentingnya berserah pada semesta. Saya sudah menetapkan satu titik tujuan sempurna, tapi di satu jalan kehidupan - titik ini bukanlah tujuan terbaik yang bisa saya capai. Proses berserah inilah yang mengajarkan saya untuk terus merunduk dan melihat segala sesuatunya dengan hati yang rendah. Bahwasanya kehidupan itu hanyalah usaha memberikan yang terbaik bagi sekitar kita agar orang-orang di sekeliling kita selalu percaya akan keajaiban sebuah perbuatan baik. Saya yakin kali ini bahwa keinginan yang dipaksakan, apapun itu bentuknya, mimpi sekalipun, adalah gaung ego. Lewat proses penulisan ini, saya berusaha meredamnya sedikit demi sedikit.

Memang tidak ada yang lebih menyenangkan dari perasaan yang ditinggalkan apabila kita menjadi berkat untuk orang lain. Saya bersyukur sekali bisa diberikan kesempatan untuk melalui proses yang sangat panjang ini, sehingga saya tidak hanya mampu lebih berpikir kritis - tetapi juga merasai segala sesuatunya dengan sama kritisnya. Semoga hasil penelitian saya yang kedua ini dapat bermanfaat, sama seperti hasil penelitian pertama saya. Apapun itu, untuk kalian yang sedang dalam perjuangan yang sama, jangan pernah menyerah. Quit is never an option. Just let a loose a bit and the universe will show you the way.

Comments

Popular Posts