Mitos menurut Roland Barthes
Mitos adalah unsur penting yang dapat
mengubah sesuatu yang kultural atau historis menjadi alamiah dan mudah
dimengerti. Mitos bermula dari konotasi yang telah menetap di masyarakat,
sehingga pesan yang didapat dari mitos tersebut sudah tidak lagi dipertanyakan
oleh masyarakat. Penjelasan Barthes mengenai mitos tidak lepas dari penjelasan
Saussure mengenai signifiant dan signifié, bahwa ekspresi dapat berkembang
membentuk tanda baru dan membentuk persamaan makna. Adanya E=ekspresi, R=relasi,
dan C=isi yang bersifat arbitrer pada setiap individu hingga dapat membentuk
makna lapis kedua karena adanya pergeseran makna dari denotasi ke konotasi
9E2(E1-R1-C1)-R2-C2). Mitos itu sendiri adalah konotasi yang telah berbudaya.
Sebagai contoh ketika kita mendengar pohon beringin, denotasinya adalah pohon
besar yang rindang, tetapi ketika sudah menyentuh makna lapis kedua, pohon
beringin dapat memiliki makna menakutkan dan gelap. Pohon beringin juga dapat
memiliki makna yang lebih dalam lagi seperti lambang pada sila ketiga,
persatuan Indonesia, makna ini sudah sampai hingga ideologi karena menyentuh
kehidupan sosial manusia sehari-hari.
Sebuah mitos dapat menjadi sebuah ideologi
atau sebuah paradigma ketika sudah berakar lama, digunakan sebagai acuan hidup
dan menyentuh ranah norma sosial yang berlaku di masyarakat. Sebagai contoh,
peristiwa ‘pemerkosaan perempuan yang menggunakan rok mini di angkutan umum di
malam hari’, dalam kejadian ini terdapat mitos seperti: perempuan yang
menggunakan rok mini mengundang hasrat
laki-laki, perempuan seharusnya menggunakan pakaian yang menutupi
auratnya, atau perempuan tidak diperbolehkan pulang malam. Ideologi yang
terlihat dari mitos-mitos tesebut adalah gambaran budaya partiarkal dan
islamisme yang kental di Indonesia, reaksi dari gubernur Aceh “perempuan
seperti itu pantas diperkosa, seharusnya ia berpakaian lebih sopan.” Pernyataan
tersebut memperlihatkan superioritas laki-laki, misogini yang terjadi
menempatkan perempuan sebagai yang lain, dan posisi perempuan tidak terlepas
dari fungsinya dalam hidup laki-laki. Berdasarkan contoh diatas, kita dapat
melihat bahwa mitoslah yang menjadi unsur penting pembentuk ideologi yang telah
tertanam dalam suatu masyarakat,. Hal itulah yang menyebabkan mengapa mitos
merupakan bagian penting dari ideologi.
(sumber:
Hoed, Benny. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Jakarta: Komunitas Bambu)
Comments
Post a Comment