Hari Bahasa Inggris di Rumah Pintar Ciangsana


Desember selalu punya arti sendiri. Di akhir Desember ini juga kami mengakhiri kegiatan kami di Rumah Pintar Ciangsana. Di minggu ketiga ini juga kamu berusaha berbuat satu kebaikan lebih bagi sesama.

Segala sesuatu harus sampai pada akhirnya. Begitu juga kegiatan kami di RPC 22 Desember 2012. Pada pertemuan terakhir ini temanya adalah 'English Day' dengan koordinator kakak Gaby Pangemanan (anak kesayangan komentator bola Om Ropan). Well, I just can not stand no to mention it. I'm a big fan of her dad, obviously! Hari ini mungkin dapat dibilang hari ter-banyak cobaannya dari beberapa kegiatan kami di RPC sebelumnnya. Setelah 'Art Day', 'Social Day', dan 'Earth-loving Day - hari terakhir ini sebenarnya menyita banyak perhatian saya. Dengan tujuan untuk mengajarkan bahasa inggris, saya pulang dari Kb. Kacang untuk mengajar di Ciangsana. Namun seperti yang saya bilang, tantangan pada pertemuan ini cukup banyak - setelah sempat tertunda beberapa lama, sekitar dua minggu (tidak dipungkiri hal ini dikarenakan oleh waktu dan kegiatan yang cukup padat antara pemuda dan tiap-tiap individunya). Pada akhirnya juga toh kegiatan ini dapat dilaksanakan. Hari itu saya cukup terkejut karena begitu banyak anak-anak yang hadir - justru bukan muridnya, namun kakak pengajar. Ada sekitar 10 lebih kakak pengajar hari itu dan yang mengejutkannya kebanyakan adalah teruna yang berusia di bawah 17 tahun. Saya cukup terkesima dengan keinginan mereka bergabung dengan kegiatan ini, dengan kepedulian yang tinggi di usia mereka yang tergolong muda. That's a progress.
Hari itu hujan. Kakak-kakak pengajar sudah memasang tenda namun apa daya tendanya bocor sehingga anak-anak harus berada di dalam Rumah Pintar yang udaranya lembab. Bahagianya adalah tidak satupun saya dengar adanya keluhan baik dari kakak pengajar dan anak-anak sekitar. Hari itu kelompok dibagi menjadi empat bagian. Cara pengajaran berupa metode yang berganti-gantian, jadi setiap kelompok akan mendapatkan pengajaran bahasa inggris dengan empat cara berbeda. Pos pertama anak-anak diminta untuk menuliskan kata-kata dalam bahasa inggris yang berhubungan dengan kata kunci yang diberikan oleh kakak yang bersangkutan. Dilanjutkan dengan pos kedua anak-anak diajak bermain puzzle kata, mereka diajak menyusun dengan potongan huruf di kertas berdasarkan kata yang telah dipilih oleh kakak-kakaknya. Lanjut di pos ketiga, anak-anak diminta mengeja kata yang telah diberikan secara bergantian dan tibalah di pos terakhir di mana anak-anak diajak menyanyi dengan bahasa inggris. Metode yang digunakan memang 90% berupa permainan agar anak-anak tidak mudah bosan dan mengantuk, mengingat cuaca dan suasana yang kurang mendukung pada saat itu. Walaupun demikian, salut saya sampaikan pada semua kakak pengajar yang tetap semangat dengan situasi dan kondisi yang tidak diharapkan. Terima kasih saya sampaikan pada tiap kakak koordinator, kakak-kakak pengajar, dan tetangga rumah sebelah yang sudi terasnya dipakai untuk kegiatan kami pada hari itu.


Anak-anak yang datang memang tidak sebanyak kemarin. Suasananya memang tidak semeriah kemarin. Namun hari ini setidaknya menjadi hari yang lebih baik dari hari-hari kemarin bagi beberapa orang. Seperti yang saya kutip dari sebuah buku kecil yang saya temukan di Kinokuniya beberapa hari sebelumnya: "No act of kindness, no matter how small, is ever wasted." AESOP. C 550 B.C. Mungkin hal itulah yang terjadi hari ini. Walaupun tidak banyak, kegiatan kami hari ini punya arti.

Ada satu cerita yang sedikit merenyuhkan hati saya. Kakak penjaga rumah baca sudah berhenti dan digantikan oleh seorang gadis muda berumur 15 tahun yang tinggal bersama neneknya. Ia putus sekolah dan memilih bekerja untuk membantu neneknya - sebagai tambahan uang sakunya juga. Saya, detik itu juga, berpikir bagaimana membantu anak ini untuk tetap sekolah. Saya tidak mau menutup mata bahwa ada seorang gadis - dengan jarak bantu yang memungkinkan untuk dibantu - terpaksa harus tidak sekolah. Saya harus mencari cara membantunya. Kita, tiap-tiap kita punya kewajiban membantunya. Bukan begitu? Tapi bagaimana? Itu pertanyaan yang terulang sama di otak saya. Nanti kita cari bersama jalan keluarnya.

Persoalan saat ini adalah bagaimana mengumpulkan uang sebesar empat juta rupiah untuk mengajak 50 anak rumah pintar berkaryawisata ke TMII. Untuk mereka, mungkin karyawisata ini bagian dari yang menyemangati mereka bangun pagi, untuk pergi ke sekolah, dan mendapatkan nilai bagus di rapor mereka. Untuk alasan itu semua, saya tidak ingin mengecewakan mereka. Untuk alasan itu, kami harus berusaha semaksimal mungkin mendapatkan uang sejumlah itu untuk mengajak mereka pergi karya wisata.

Cerita bahagianya - karena saya menulis laporan ini pada bulan Januari, kakak pengelola RPC meminta kami tetap bergabung secara berkesinambungan. Mungkin dalam kegiatan saya, ini terakhir. Tapi, kita sepertinya akan bertemu di kegiatan-kegiatan selanjutnya.

Comments

Popular Posts