Life of Pi. A movie that makes you keep your faith and keep living.

"...and above all, don't lose hope."


Malam ini saya berusaha untuk menyempatkan diri untuk memberi asupan sedikit pada jiwa. Ya, hal itu saya lakukan dengan menonton "Life of Pi". Awalnya, saya tidak tahu menahu dengan film ini sampai pada akhirnya Icha mengatakan pada saya bahwa menonton film ini adalah suatu keharusan. She said that because she already read the novel and also did a review on that movie. So, why not give a try?

Awalnya saya pikir film ini akan membosankan. Ya, menceritakan agama dengan setting terombang-ambing di kapal sekoci begitu lamanya dengan seekor harimau? You gotta be kidding me, I can easily fall asleep before the title goes up. THAT, what came in my mind at the moment when the ads was playing. But, magically, oh not, this is surely not a magic. Yann Martel is a genius brain mixed with a complete drama! I love this movie. Like I posted on path, this movie is metaphorically heartwarming.

So, I can't make myself wait any longer to share this movie to you. I warn you, this post may contain the story. So, end it here if you're planning to make yourself suprised. I already warned you.

Mungkin sebagai penikmat film, kajian saya akan film ini hanya sampai pada ombak atas lautan. Tidak akan sampai pada gulungan dan tekanan di bawah lautnya. Namun setidaknya ini akan membantu kalian menyukai film ini. The important thing is 'to make you watch this movie, because it's really worth your money'.

Nama Yann Martel tidak begitu lekat di telinga saya. Sebelum menulis, saya mencoba mencari informasi mengenai otak jenius di balik film ini. Yann Martel adalah penukis asal Kanada. Ia mendapatkan Man Booker Prize for this novel - Life of Pi. Sutradara turunan Prancis ini menghabiskan waktunya di Ontario, Kanada, menulis beberapa jenis film yang keterangan lanjutannya dapat mungkin kalian baca di beberapa situs yang ditawarkan google ketika kalian mengetik namanya. Well enough about the writer, let's talk about the movie.

It's too soon to tell you that it's a good movie-based-on-book! But I can assure you that I can't help myself to read this book immidiately eventhough I have to spend about $30 on that book.

Cerita diawali dengan kedatangan seorang penulis kebangsaan Prancis ke India yang bertujuan untuk mencari sebuah cerita untuk ditulis. Pria ini dipertemukan dengan laki-laki bernama Pi. Semua berkat Mamaji. Seperti yang Mamaji katakan: "Seperti sudah direncanakan bahwa pria itu harus bertemu dengan Pi. Sebuah kebetulan indah yang direncanakan." Pria ini ingin bertemu dengan Richard Parker (yang awalnya dikiranya seorang manusia). Pria penulis ini dengan tidak sabar membuktikan perkataan Mamaji, bahwa kisah Pi dan Richard Parker adalah sebuah kisah yang mampu membuat kita percaya akan Tuhan. (When I saw this scene, I was like thinking, really do we need proofs or stories or anything to believe on something?)

...dan dimulailah ceritanya, Pi terdampar di lautan bersama empat ekor hewan: Harimau, Hyena, Orang Utan, dan Zebra. Sang Hyena membunuh sang Zebra karena Ia lapar. Kemudian dengan beringasnya Ia membunuh Orang Utan karena Orang Utan itu terlihat tidak suka dengan kelakuan Hyena. Pada akhirnya pun, Richard Parker, sang harimau, muncul dan membunuh sang Hyena itu. Perjalanan Pi dan Richard Parker menjadi sebuah hubungan yang sulit di mana Richard Parker (RP) bisa saja kemudian memangsa Pi. Pilihan terlihat seperti tidak ada lagi selain Pi harus membunuh RP? Apakah iya?
Di sini saya melihat satu titik pembelajaran yang dituturkan secara sangat implisit (or maybe I took it too deeply) - Kita, manusia, diposisikan sebagai Pi. Mungkin hewan lainnya adalah orang yang berada di sekitar kita. Setiap kita sesungguhnya akan sendiri pada akhirnya. Meninggalkan semua kenangan dan orang-orang jauh di bawah dasar lautan sana - karena memang kita sebagai manusia berdiri, menghidupi, berjuang untuk diri kita masing-masing. No wonder people always said that life is a journey. It is indeed. Saya mendapatkan implikasi indah dari makna tadi dalam film ini. Bayangkan, kita adalah Pi. Kita adalah orang yang mencoba hidup di antara orang-orang lain - melihat ketidakadilan terjadi di depan mata kita dan kita hanya bisa menangis, kita hanya bisa bertahan hidup, dan pada satu titik kita merasa kita harus melakukan sesuatu - kita melakukannya, entah sikap itu nanti akan berdampak sesuatu atau mungkin yang kita lakukan tidak membawa apa-apa. Kita kalah dengan lingkungan. Di situ lah titik krusial Pi, ketika Ia memilih untuk tidak menyerah. Lihat penggambarannya? Ya, ketika kita melihat bahwa pilihan hanya membunuh si singa. Pi think outside the box. That, should be highlighted! 

Pi adalah seorang yang memeluk tiga agama sekaligus. Mungkin ini masalah norma yang membuat beberapa orang negeri kita sedikit apatis ketika mendengar hal ini. Tapi, bukan hal itu yang perlu diberi sorotan. Sesuatu yang perlu digarisbawahi adalah seorang pria ini mengajarkan kita bagaimana untuk percaya dan tidak kehilangan harapan. Pria dalam tokoh ini menyampaikan cerita yang begitu indah untuk mengetuk lagi pintu hati kita yang mungkin lelah dan berhenti mencoba...untuk percaya.

Bukan masalah agar ini menjadi cerita atau bagaimana. Tapi, saya melihat ada suatu kepintaran luar biasa dari penulis. Semua plot cerita benar-benar menggambarkan makna pencarian hidup. Manusia terkadang sungguh perlu diingatkan untuk apa dia hidup dan mengapa dia ada di dunia ini. Sad but true, we have to remind one to another. Mungkin penggambaran paling indah terjadi ketika di akhir cerita. Saya akan melongkap banyak bagian dalam pemaparan film ini since I don't wanna spoil the entiere of the story. Bagian paling luar biasa, seperti saya katakan tadi, terletak pada akhir cerita. Saat Pi selamat dan RP pergi begitu saja meninggalkannya ke dalam hutan. He said 'there aint no bitter thing than go without saying goodbye' - I get buzzed, it's always the way when people get separated with their loved ones, when death comes to any of them. No? Orang yang pergi tanpa mengatakan selamat tinggal adalah perpisahan paling menyakitkan dan di momen itulah kita menangis sekencang-kencangnya. Momen ketika kematian menjemput. Itu yang ada di benak saya.

Selain kedua hal itu, satu hal yang luar biasa menghangatkan hati saya. Mungkin sebelum menonton film ini atau setelah mendengar perkataan pria penulis bahwa Pi dapat membuat kita percaya agama, saya menginginkan lebih dari itu. And unexpecteadly this movie gave me that feeling! Pi menceritakan kebohongan yang dikarangnya kepada perusaahan Jepang karena mereka tidak mempercayai cerita Pi yang hidup dengan hewan selama itu terombang-ambing di lautan. Setelah menceritakan cerita yang lebih rasional, Pi bertanya pada sang penulis 'cerita manakah yang lebih disukainya' dan Pi menjawab cerita pertama. And that was the moment when Pi said this line: "the same goes with religion" I was like being statued for a while, my brain doesn't stop thinking what the hell is that? THE SAME GOES WITH RELIGION? And after about five minutes, I smiled. I smiled. I got it. To make someone believe, you have to tell story with a parable story. Not to tell it's a lie, no, not at all. It's just a parable. So people will get it easily. Parable or not, the moral is never change. Religion takes you to that way. None of it teach you to do harm, none of it make you stop believe in your self, none of it tell to you put away your faith. Am I right? Religion is just simple like that. But people make it hard for avoiding those three factors that I mentioned before - they do denial..on theirselves, on people around them, on everybody. That's the ironic thing that came up on my mind when I saw this movie. I practically cried because I feel it. I really feel it. That could be me in that story. That situation could come to everybody. Mungkin tidak semua punya perspektif sama dengan saya. Tapi, mungkin perspektif saya ini boleh jadi suatu spion yang memperluas perspektif lainnya. Satu hal yang bisa saya katakan adalah...ini bukan masalah agama - tapi, bagaimana membuat kita percaya lagi...membuat kita percaya akan sesuatu, apapun itu, di luar sana. Karena apa? because the world is too large to take in. You can't do it yourself. To keep yourself sane, have a faith, have a faith that there's any power outside us....that bless us..

Yes, go to the cinema tommorow and watch this movie! I can guarantee the rejuvenated-soul-after.

Comments

Popular Posts