Energi



Dengan mudahnya energi dapat berpaling dari satu bentuk ke bentuk lainnya. Dari panas ke listrik maupun mekanik. Mungkin itulah mengapa manusia tidak pernah bergerak konstan karena sebagian dari komposisinya berasal dari energi. Energi yang berubah dari waktu ke waktu.

Andaikanlah manusia itu benda dengan energi di dalam partikel kehidupannya. Coba saja kita sejenak berpikir demikian dengan logika abu-abu ini.

Kita bicara energi saat ini. Fisika mengatakan setiap benda menyimpan energi. Persamaan energi yang masuk dan keluar akan serupa dengan sistem atau objeknya. Hal ini sepertinya akan lebih mudah diterapkan pada perilaku manusia. Ketika kita menyalurkan sesuatu pada orang lain. Mudahnya, setiap yang kita keluarkan akan kembali menjadi asupan energi bagi kestabilan diri sendiri, baik yang baik maupun yang tidak sekalipun. Sepertinya, hukum tabur tuai bekerja dengan baik dalam semesta ini atau haruskah itu disebut karma?

Energi diukur dengan integral dari produk sebuah gaya pada benda dan posisi benda itu. katakanlah kita melakukan suatu tindakan yang dikategorikan sebagai tindak amoral dalam norma masyarakat tertentu. Perlu diingat bahwa nilai moral bersifat subjektif menurut tempat benda yang berkaitan. Amoralitas dalam wujud tindak nyata ini kemudian dikalikan dengan posisinya. Kemudian, kita dapatkan energi setelah mengintegralkan keduanya. Dalam matematika paling sederhana pun, kita tahu minus dan minus akan menghasilkan plus, plus dan minus akan menjadi minus, dan plus dan plus tetap pada plus. Sama seperti layaknya hukum energi dalam fisika, hukum matematika ini pun berlaku pada individu. Sama seperti cara kerja karma. Sekuat apapun kita menolak fakta ini berdasarkan kebenarannya dalam jaman, kita melawan sesuatu dalam diri kita yang sebenarnya sudah nyata terpatri dalam hitung-hitungan ilmu pasti. Sudah dapat mengintegrasikannya dalam kehidupan sehari-hari?


Saya bicara dengan banyak metafora di sini, adalah menyenangkan mewakilkan sesuatu yang hidup dengan yang mati. Hanya karena keduanya dibedakan dengan denyutan nadi, belum tentu keduanya berbeda dilihat dari kepemilikan akal budi. Berlanjut pada energi kinetik yang lebih dikenal dengan energi gerak. Energi gerak adalah integral dari kecepatan benda dan momentum benda itu. Sulit dipahami? Bagaimana dengan mengaitkannya dengan reaksi kimiawi dalam tubuh manusia ketika kita bicara 'rasa'? Energi gerak yang didapatkan dalam tindakan manusia adalah hasil dari bagaimana kecepatan benda itu bergerak dan bagaimana benda itu menemukan momentum yang cepat. Dua benda yang memiliki energi kinetik yang sama atau mungkin hampir serupa kita golongkan sebagai soulmate karena mereka bergerak dengan kecepatan yang sama dan momentum yang tepat. Hasilnya? Energi kinetik keduanya berjalan secara berkesinambungan. Namun, perhitungan ini di luar kemungkinan energi kinetik dari tiap benda punya keinginan untuk berubah ke bentuk energi lainnya.

Melanjutkan dari energi kinetik, setiap benda punya energi potensial. Hal ini lah yang nanti menjelaskan kemungkinan besar posibilitas soulmate dalam setiap benda. Takaran keinginannya untuk berubah ke energi-energi lainnya. Adanya reaksi elektrostatik antara kedua benda yang cocok akan membuat mereka akan mengarah pada perubahan energi kinetik yang sudah dijelaskan sebelumnya. Patut diingat bahwa potensial tiap benda berbeda. Itu yang membuat setiap manusia, saya dan kamu tidak pernah sama. Hal ini karena konfigurasi ruang dan perspektif pikiran kita berbeda. Selain itu, jumlah partikel yang berbeda juga menyebabkan arahnya tidak pernah sama. Untuk itulah, interaksi elektrostatik antara satu benda dan benda lain tidak punya kemungkinan untuk sama lebih dari satu. Gravitasi cukup menjelaskan mengapa seorang 'kamu' hanya mungkin bersatu dengan seorang 'aku'.

Penting diingat. Energi perlu adanya keseimbangan. Sayangnya, energi tidak mungkin seimbang. Mungkin saja. Energi mungkin saja seimbang, tapi hanya pada momentum tertentu. Bukan begitu? Apapun energi itu, ia akan selalu menyisakan lorong kosong yang mengarah pada kemungkinan perubahan energi baru, bahkan pada soulmate sekalipun. Yang penting untuk digarisbawahi adalah transfigurasi partikel dapat direposisi menurut benda atau subjek bersangkutan ketika ia menginginkan hal itu terjadi. Untuk itulah, seorang brilian mampu mengeksplorasi jejak energinya. Untuk itulah, seorang spiritualis nampak begitu ajeg dalam eksistensinya. Hal itu semua karena ia punya 'bentuk penyerahan diri' perihal energinya yang hanya perlu dijelaskan dan dipahami tidak oleh orang lain, namun hanya oleh dirinya sendiri.

Krisis energi adalah yang akan terjadi ketika seseorang mempertanyakan jumlah energinya, menghitung kapabilitasnya, menebak bentuk perubahannya, sehingga ia lupa hal yang paling sederhana akan interaksi elektrostatik itu. Teori umum ini memang dapat menjelaskan dengan rumit hal yang sederhana. Semua justru karena hal yang sederhana sebenarnya tidak pernah begitu sederhana. Semua hanya karena tergantung konversi satuannya. Tidak mungkin kamu menyamakan orang yang melihat satuan dengan J (Joule) dan mengharapkannya memahami apa yang dipikirkan orang yang melihat pada satuan dasar 1 Newton Meter. Keduanya padahal sama, namun label yang berbeda membuat orang tidak percaya itu sama ketika tidak memikirkannya dengan lebih saksama.

Energi tidak perlu kamu mengerti. Sama seperti eksistensi diri kamu sendiri. Kamu hanya menjalaninya saja dengan fokus pada satu titik kepercayaan apa saja. Titik itulah yang nanti menuntun kamu pada lubang hitam yang menkhayalkan semua yang nyata, dan membunuh kenyataan dengan preposisi fiksi yang hakiki. Sampai pada saat itu semua terjadi, kamu tidak tetap. Energi kamu tidak tetap dan kamu tidak diperbolehkan mempertanyakan esensi-esensi apa yang berkonfigurasi dalam keberadaanmu. Mengapa? Karena ketiadaan justru yang membuat kamu ada. Energi potensial yang tidak kelihatan yang justru menjadi mula dari segala sesuatu yang tidak dapat dijejak dalam sajak. Semoga kamu mengerti dengan segala alasan kefisikaan ini.

Jakarta Pusat,
22 Agustus 2012
15:39

Comments

Popular Posts