Parisien Attack: Housse de Racket




PARISIEN ATTACK
After Phoenix, Air, and Daftpunk, let us bring you to the new French futuristic pop duo: Housse de Racket.
Oleh: Jessy Ismoyo. Fotografi: Geraldine Petrovic.

Let me start this article by telling you that they played at Coachella last year! It was quite something, wasn't it? Mereka juga sudah tampil lebih dari 200 aksi panggung di Lisbon, Tokyo, Berlin, hingga Beijing. Housse de Racket menarik perhatian karena musiknya yang langsung mengingatkan kita dengan Wolfgang Amadeus Phoenix. Actually, they're as good as Phoenix! Hal itu tidak mengherankan, Pierre dan Victor memang memulai kariernya sebagai musisi pengganti untuk Air dan Phoenix. Dalam pembuatan album keduanya yang berjudul Alesia, mereka mengaku bekerja sama dengan Phillipe 'Cassius' Zdar, yang merupakan produser Phoenix. Soal masalah dibanding-bandingkan dengan Phoenix, Pierre dan Victor berkomentar santai, "Siapa lagi orang yang paling tepat untuk membuat musik kami tetap berjarak dari musik Phoenix selain produser Phoenix itu sendiri?"

Pierre Leroux dan Victor Le Masne dipertemukan dengan tidak sengaja ketika keduanya mengenakan t-shirt Pearl Jam, lalu mereka memulai band ini tanpa mengetahuinya. Tujuan awal mereka hanya untuk membuat satu sama lain tertawa dengan bantuan old four track recorder, gitar, dan synth. Dua orang penggemar berat Nirvana ini menjalankan hobinya dalam bermusik dan memutuskan untuk menekuninya. Itulah mereka. Ketika ditanya apa yang mendasari keinginan mereka bermusik, Pierre menjawab: "Saat saya berusia tujuh tahun, saya melihat teman saya dapat menarik banyak perhatian perempuan dengan bermain gitar." Berbeda dengan Pierre, Victor mengaku: "Saya sudah menekuni piano dari kecil, tapi penampilan Foo Fighters yang saya saksikan saat saya berusia 13 tahun, yang membuat saya serius ingin bermusik." 

Nama 'Housse de Racket' yang aneh juga pasti mengundang pertanyaan. "Setiap nama punya cerita, tapi nama ini datang tanpa kami harus memilihnya. Maka dari itu, kami kesulitan ketika di saat-saat seperti ini di mana kami harus menjelaskan arti nama itu. Sebenarnya, ini bermula ketika kami memiliki komputer pertama kami yang sangat jarang pada masa itu. It was a revolution! House music sedang pada masa kejayaannya dan kami memutuskan untuk membuatnya dalam versi kami, "housse" music," jelas Pierre panjang lebar.

Bicara soal album keduanya ini, Alesia disinyalir sebagai salah satu album terbaik dalam perkembangan musik pop Prancis abad ke-21. Produksi album ini bekerja sama dengan Maison Kitsuné yang membawahi beberapa nama yang sudah tidak lagi asing di telinga seperti Two Door Cinema Club, Klaxons, Hot Chip, bahkan Boys Noize. Ada arti apa di balik nama Alesia? "Mudah saja, Alesia terdengar enak di telinga kami dan kami suka bagaimana nama ini bisa punya banyak arti, dari nama seorang perempuan, dewi Yunani yang tidak diketahui asal-usulnya, tetangga kami di Paris, atau nama perang antara bangsa Galia dan Roma," tutur Pierre dan Victor bergantian.

Dari keseluruhan harmoni yang kompleks yang merepresentasikan futuristic chaos sampai timeless pop anthems, Housse de Racket jelas memberi nuansa baru pada cerita musik psychedelic. Alesia terdiri dari 11 lagu yang terinspirasi dari Morricone hingga Carpenter, mulai Sparks sampai Bowie, dan masih dalam jalur 'pendahulunya,' seperti Air dan Phoenix. Mengutip komentar pada toomanysebastians.net, 'Roman' adalah lagu indie-pop luar biasa yang dipenuhi iringan gitar, drum, and one hell of a catchy juno synth! Sementara dalam lagu 'TGV' terasa ada nuansa post-punk synth dan Gallic swagger yang menyatu di telinga dengan hymne TGV (tégévéééééééé!!!) yang akan berulang-ulang di otak kamu. Well, how's we able to avoid such a magnetic pizzazz like them?

Ketika ditanya mengenai momen terbaik mereka, keduanya menjawab singkat: 'Tommorow'. Menyinggung soal kegiatannya di tahun ini, Pierre dan Victor menjelaskan bahwa mereka sedang istirahat dari tur panjang mereka sejak November kemarin. "Kami mengurung diri kami dalam studio di Paris untuk mempersiapkan album ketiga kami, but it's too soon to tell you when we're planning for the release," tutur mereka. Kata terakhir mereka? "À bientôt, Jakarta!"

Influential albums:
Stevie Wonder - Songs in the Key of Life
David Bowie - Ziggy Stardust
Kraftwerk - Trans Europe Express
Prince - Dirty Minds
Talking Heads - Remain in Light

*) Published on Nylon Guys Indonesia

Comments

Popular Posts