Empat Fragmen Jelantah: Malam, Serangga, dan Kepergian Ayahnya

The Scream - Edvard Munch (1893)

I

Jam satu pagi,
  terjaganya ia dengan Maxim Gorky...
Menafikan kantuk karena kutuk...
Hujan belum suntuk, cemas belum berhenti...
Jam satu pagi,
  lampu-lampu dikelilingi serangga-serangga,
  yang mengarahkannya pada pena;
  menulis sesuatu untuk 'kita'...

II

Kita mengerumuni malam seperti ngengat,
 yang menggunakan cahaya bulan untuk mempertahankan kelurusan;
 kemudian terbang mendekat, dengan sayap yang dikepakan lebih cepat.
Kita mengerumuni malam seperti ngengat,
 membius bising, merangsang hening...
Kita mengerumuni malam seperti ngengat,
  menabung perasaan bersalah penuh kilah,
  dengan cumbu yang berangsur, pun digusur di atas kasur...

Kita mengerumuni malam seperti ngengat...
  atau kau sebut laron?
  menjadi babu akan feromon,
  mendekati cahaya,
  sayapnya luruh,
  menjadi rayap...yang menjadi pertanda awal musim penghujan, mampu hidup semalam, demi sebuah 'anggap' sebelum 'lenyap'.

III

Ucapmu mencicik
Cuapku menitik
Kita terburai dalam kewaspadaan dan ketakutan akan sebuah kata: 'Misalkan'.
Asinnya air laut,
  tak berbeda dengan yang mengucur dari lukamu,
  darahmu membiru,
  air matamu,
  langumu...
  sanguku...

Tak sedap...
Tak lezat...
Namun memikat...

Jam satu pagi,
 kunci-kunci di gitar kau lantunkan.
Jam satu pagi,
  kata-kata kujalin untuk makna yang dilekaskan...
Jam satu pagi,
  di antara jarak yang bertautan;
  ada 'menginginkan' dan 'membencikan' yang berpagutan...

Dalam dengkur tidurmu,
  tengoklah aku bertasyakur,
  sebab-musabab muslihat dalam tinta menjilat;
  melahirkan nats juga mazmur...

Di antara ilusi dan asumsi,
  aku gugur...

IV

Setengah dua sudah,
  arwah Ayah yang dimakamkan tadi sore datang ke rumah menyampaikan amanah:
"Bahagialah, tubuhku sudah kaku dan bersatu dengan tanah, 
Jangan kalbu terus
sendu...
Maaf Ayah tak bisa hadir di pernikahanmu..."


Salatiga, 11 Oktober 2017
(Dari kita, untuk kita, karena seorang merindu...sementara lainnya menangis karena Ayahnya mangkat siang ini...Ini puisi: Dari kita, untuk kita) 

Comments

Popular Posts