Sebuah Puisi: Belum Berjudul
Zulfasari, 2017. |
Oleh karena itu, kehormatan bagi saya, boleh menerjemahkan karyanya dalam kata-kata. Jadi begini, ia baru saja menjejakan kakinya pada fotografi dengan kamera lama jenis Konica C35 EF. Dari lima karya baru yang diunggah, semua begitu menyengat hingga hanya butuh sekitar dua jam menghasilkan puisi-puisi (sampai enam malah saya menerjemahkannya). Saya lampirkan puisi kesukaan dari enam karya itu, sisanya disimpan untuk proyek selanjutnya.
Selamat membaca!
Gedung tinggi...
Korporasi...
Laju ekonomi, ekonomi laju
Optimisme kita akan konsumsi,
negara miskin yang tingkat
belanjanya sangat tinggi...
Hebat betul, ya?
"Jadi, makan siang di mana kita hari ini?"
Tanya setiap pekerja di
kubikel lantai dua puluh tiga di gedung-gedung tinggi
Mekdi?
Ka ef si?
Wendis?
Atau apalagi?
Sial...
Sial...
Sial...
Pertanyaan makan siang sudah
menjadi eksistensi dan tanda stratifikasi sosial
sambil bertukar info paling aktual dan
faktual
sambil icip-icip gosip yang sip-sip
Ah! Begitulah sekarang paramater hidup ideal...
Banal...
Banal...
Banal...
"Jadi, makan siang apa kita hari
ini?"
Salatiga,
1 Oktober 2017
(Puisi terinspirasi dari cerita Ninies sore itu di Payung Kansas)
Salatiga,
1 Oktober 2017
(Puisi terinspirasi dari cerita Ninies sore itu di Payung Kansas)
Comments
Post a Comment