Ensemble, C'est Tout

Franck: "Pourquoi tu dis pas: 'J'ai pas envie que tu partes'? C'est si dur à dire, comme phrase?"
Camille: "J'ai peur de toi, j'ai peur de moi. J'ai peur de tout."
...
Camille: "J'ai peur de te rater. Franck, j'ai pas envie que tu partes. Non, je veux pas que tu partes."
Franck: "Je suis déjà parti dans ma tête."
...
Franck: "Je voulais te dire que ça me faisait de la peine de te laisser seule...en train de pleurer, j'avais de la peine."
Camille: "Je pleure pas du tout, je suis en train de sortir."
Franck: "Menteuse!"
...
(Hunting and Gathering, 2007)
Mungkin itulah kutipan paling indah dari sebuah film drama romanis dari Claude Berri. Film yang diadaptasi dari roman karya Anna Gavalda ini pertama kali diputar di Prancis tahun 2007; diperankan oleh Audrey Tautou, Guillaume Canet, Laurent Stocker, dan Françoise Bertin - film ini mampu memanjakan penonton dari segi cerita yang mudah dicerna dan drama yang ringan dan indah di akhirnya. Dari sudut pandang seorang penikmat film yang pemula seperti saya: film ini punya dua pemain yang luar biasa bagusnya. Tautou dan Canet seperti paduan yang indah untuk disaksikan dalam sebuah drama. Berperan sebagai Camille, Tautou adalah seorang perempuan yang bekerja sebagai cleaning service di sebuah kantor di Paris, kelihaiannya menggambar membuat karakter seorang Camille menjadi sangat unik - Ia menderita anoreksia yang menyebabkan badannya sangat kurus. Pada suatu hari ketika Ia hendak kembali ke apartemennya, Ia bertemu dengan Philibert - seorang pria yang masih ragu dengan jati diri seksualnya (namun berakhir dengan menikahi seorang perempuan). Camille tinggal di atap yang sama dengan apartemen yang ditinggali Philibert dan bukan kebetulan juga, Philibert tinggal bersama Franck, seorang pria yang tidak bisa hanya dengan satu perempuan saja untuk memenuhi hasrat seksualnya. Selain itu, ada tokoh yang diperankan oleh Françoise Bertin - ya, nenek dari Franck yang bernama Paulette.

Cerita ini bermula ketika Camille sakit keras karena sanitasi yang buruk di tempat tinggal yang seadanya di atap apartemen, sehingga Philibert membawanya tinggal bersama dengannya di apartemen yang Ia tinggali bersama Franck. Awalnya, Franck sangat membenci Camille dan tiada hari mereka habiskan untuk berkelahi. Di lain cerita, Paulette, nenek Franck harus dipindahkan ke panti jompo karena kesehatannya. Ia sebenarnya tidak suka tinggal di panti jompo, ia ingin tinggal di rumahnya, menikmati tamannya, menikmati hari tuanya di sana bersama kucing-kucingnya. Namun kesehatannya tidak memungkinkannya untuk melakukan itu. Franck yang tidak bisa berhubungan hanya dengan satu perempuan saja mulai menyebalkan. Ia selalu mempermasalahkan kehadiran Camille pada Philibert. Sementara itu, Philibert cuek saja. Di awal cerita, Franck diandaikan sebagai sosok yang menyebalkan, tapi ditilik lebih dalam lagi - sikap apatisnya itu timbul dari permasalahannya tentang kehidupannya yang dibilang tidak mudah. Masalah rumah neneknya yang harus diurusnya, pekerjaannya sebagai koki di salah satu resto di Paris, dan waktu untuk mengurusi neneknya juga yang membuat Ia menjaga jarak hubungan baik dengan Philibert dan Camille. Kegusarannya seolah disampaikan dengan perempuan-perempuan melalui seks.

Sementara itu, film yang memiliki rating 100% di Rotten Tomatoes ini memberi perspektif tokoh Philibert sebagai pribadi yang menarik. Pertemuannya dengan calon istrinya adalah sebuah rangkaian peristiwa yang dinanti-nantikan setiap perempuan. Terlihat ada sisi feminin dari seorang Philibert dan mengejutkannya adalah Ia berakhir tetap menjadi seorang heteroseksual dengan menikahi calon istrinya (walau di awal saya berpikir Ia tertarik dengan Camille dan ketidaktertarikannya dengan Camille membuat saya mengasumsikan bahwa Ia adalah seorang homoseks dari cara berpakaiannya - tapi semua itu dibantah keras dalam akhir cerita). Anyway, sorotan karakter Philibert adalah dari usahanya untuk menjadi seorang pemain teater. Nilai plus luar biasa nampak dari sini; ketika Ia datang untuk audisi dan ditertawai semua orang karena Ia dengan niatnya ingin menjadi seorang pemain teater dengan kekurangannya - ya, Ia gagap. Keberanian dan usahanya yang luar biasa membuatnya sukses pada akhirnya.

Di lain hal, Paulette. Mungkin tokoh ini nampak tidak penting. Tapi, saya melihat kehangatan luar biasa terpancar dari seorang Paulette. Ia sangat mencintai rumahnya, kucingnya, dan cucunya. Ia tidak bisa seharipun kehilangan cucunya - kasih sayang terpancar sama juga sebaliknya dari Franck ke Paulette. Yang menggugah rasa adalah ketika Paulette mengakhiri hidupnya sehari setelah Ia akhirnya berada di rumahnya, setelah di awal cerita Ia mengeluh pada Franck bahwa Ia hanya ingin meninggal di orang terdekatnya dan di rumahnya. Hal ini menggaruk-garuk saya perlahan, drama yang luar biasa jika boleh saya katakan. Mungkin saya belum membaca buku Gavalda, tapi menurut saya untuk ukuran film - Berri berhasil mendapatkan chemistry di antara Franck dan Camille yang pada akhirnya jatuh cinta. Kutipan di atas adalah momen paling dramatis sepanjang film yang akan terus menempel lama di ingatan saya; Camille dan Franck yang saling mencinta tapi tidak menampakkan - Franck tidak menampakkan setelah sebelumnya Camille dengan mentah mengatakan bahwa Ia tidak ingin salah satu antara mereka jatuh cinta di saat yang sama Franck sudah jatuh cinta pada gadis itu. Tapi, Camille tahu bahwa Ia jatuh cinta tapi Ia hanya terlalu takut untuk mengakuinya bahwa Ia jatuh cinta dengan laki-laki itu. Seluruhnya terlihat di akhir film yang dibungkus manis yang membuat kita kulum senyum melihatnya. Film drama Prancis selalu manis dan hebatnya adalah film ini tidak membuat bosan walaupun titik puncaknya berada di akhir film yang berdurasi hampir dua jam ini. And my last compliment...GUILLAUME CANET IS WORTH TO WATCH!

Comments

Popular Posts