God is not Great, How Religions Poisoned Everything
A REVIEW (– C. Hitchens BAB XVIII “A Finer Tradition : The Resistance of the Rational” )
Christopher Hitchens adalah
penulis yang mencoba memaparkan fakta tentang ketidak-adaan Tuhan, bahwa
pemikiran tentang adanya Tuhan tidak rasional dan tidak dapat dibuktikan.
Hitchens menuangkan beberapa pemikirannya dalam bab ini bagaimana rasionalitas
bertahan diantara kepercayaan agama. Hitchens memaparkan ketidak-adaan Tuhan
dan membuat posisi agama menjadi semu.
Pertanyaan pembuka bab ini
diambil dari kitab Mazmur 121 : “Aku melayangkan mataku ke gunung-gunung;
darimanakah akan datang pertolonganku?”, namun bentuk aslinya sesungguhnya
berbentuk pertanyaan “darimanakah bala bantuan akan datang?” (jangan takut,
lidah orang percaya akan diselamatkan). Pertanyaan dilayangkan dalam Mazmur 14
dan 53, dalam perikop tersebut dibuka dengan kata yang sama yaitu orang bebal
mengatakan dalam hatinya bahwa tidak ada Tuhan. Perkataan ini merupakan semuat
kontrol terhadap orang untuk tetap percaya dan tidak menajdi orang yang bebal,
hal ini dianggap memberi kepercayaan semu bagi manusia, bahkan orang yang
membuat kitab Mazmurpun belum tentu dapat membuktikan apa yang ditulisnya.
Kepercayaan kepada Tuhan kembali
dipertanyakan, pada abad ke-18 hingga ke-19 ada beberapa orang “tidak percaya”
mempublikasikan buah pikir mereka seperti Franklin dan Mill. Selain itu,
manusia tahu tentang kristiani dari lukisan-lukisan dan benda seni serta Islami
dari pengetahuan astronomi dan obat-obatan, banyak dari kepercayaan itu
diilhami dari peradaban cina dan aztec.
Keraguan, sikap skeptis, dan
tidak pecaya menjadi pandangan tetap bagi mereka yang tidak percaya keberadaan
Tuhan, manusia sulit melihat bahwa agama menjadi penyebab kebencian, timbulnya
konflik, agama hanyalah sebuah takhayul sama seperti kepercayaan terhadap dewa-dewi Yunani.
Iman dan penalaran akan selalu
bertabrakan seperti dalam pengadilan Socrates, banyak karya-karyanya yang
mengilhami muridnya Plato, namun Socrates tidak dipastikan pernah hidup, serupa
dengan teori buku-buku agama seperti Alkitab dan hadist Islam. Socrates
mengatakan bahwa kelahiran filsafat adalah kematian bagi agama, seperti analogi
kimia mengambil-alih tempat alkimia, astronomi menggantikan astrologi. Socrates
berpendapat bahwa Tuhan tidak lebih seperti Orpheus atau Orakel Delphi yang
tidak akan pernah dapat kita buktikan keberadaannya dan patut dipertanyakan
keeksistensiannya. Satu kalimat dari Socrates yang mempertanyakan para theisme
tentang pengetahuan dari apa yang mereka yakini : “Saya tidak tahu tentang
kematian dan Tuhan --- tetapi saya yakin bahwa andapun tidak tahu seperti
saya”.
Manusia selalu mencoba mencari pengertian dari apa yang terjadi di dunia
ini, bagaimana hujan terjadi? Apakah dewa yang menjatuhkan hujan?
Tuhan? Namun, kenyataannya hujan terjadi karena suatu proses alam,
tidak lebih. Sebelum kita mempercayai tuhan termasuk Yesus, Lucretius telah
menuangkan pikirannya dalam sebuah puisi bahwa hanya alam yang dapat kita
percayai dan puisi ini hampir mengurangi kepercayaan para Kristian-fanatik di
abad pertengahan,. Dalam sejarah, Kristiani telah membuat banyak teror
diantaranya oleh kaisar Augustine yang tidak percaya terhadap paganisme dan
mengatakan hal tersebut adalah perbuatan setan. Tidak sedikit para pemikir dan
ilmuwan dikritisi harus sejalan dengan agama, dan mendapat hukuman apabila
hipotesis dari penelitiannya dianggap tidak sejalan dengan ajaran Tuhan.
Sebuah pertanyaan yang menarik
adalah perumpamaan tentang naga, mengapa ada kata naga jika naga tidak pernah
ada di dunia ini? – Pertanyaan ini membuat kita menanyakan kepada diri kita
sendiri hal yang serupa tentang keeksistensian Tuhan.
Hitchens memaparkan bahwa hari
raya keagamaan Yahudi dan Kristenpun sebagian besar mengadaptasi dari
tradisi-tradisi lama, bahkan adapun adaptasi dari unsur paganisme, upacara,
tradisi keagamaan seutuhnya adalah bentuk nyata dari multikulturalisme.
Tulisan Hitchens terbilang pandai, Ia memberikan penjelasan dari sisi atheisme, selama ini kita hanya mendapatkan
pernyataan, pendapat, pandangan dari sisi theisme, cukup menarik melihat
bagaimana Hithcens memaparkan fakta dan pertanyaan menggelitik rasio kita untuk
mempertanyakan kembali kepercayaan kita terhadap suatu kepercayaan yang kita
anut, Namun terlihat beberapa kata-katanya yang memojokkan dan menghina secara
halus agama dan Tuhan seperti “manusia tidak pernah kekurangan orang bodoh”
pernyataan tersebut ada setelah pemaparan tentang kepercayaan spesifik terhadap
agama. Jika sedikit membuka mata tanpa menghakimi theis dan atheis. Tulisan Hitchens merupakan penggambaran indah dari sisi seorang atheis.
(Tugas yang dibuat untuk mata kuliah PFPM dengan dosen yang atheis dan sangat nyeleneh. Tapi, bukan berarti menulis tentang atheis membuat seseorang menjadi seperti itu. Jangan apatis. Kadang kita harus membuka mata untuk semua posibilitas yang ada. Tanpa menghakimi tentunya.)
Comments
Post a Comment