Yang katanya pendidikan?


Pendidikan berasal dari kata didik yang artinya adalah suatu proses pengajaran yang mengarahkan generasi muda bangsa menjadi pribadi yang cerdas dan kaya moral, pendidikan ada dengan tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, cerdas yang seperti apa? Cerdas adalah ketika seseorang dapat mengimplementasikan ilmu-ilmu yang didapatkannya dalam pengembangan nilai-nilai dan peningkatan kehidupan sosial masyarakat, menjadi pribadi yang solutif dalam menyelesaikan konflik-konflik yang terjadi dalam dinamika masyarakat Indonesia.

Kondisi yang terjadi di Indonesia saat ini, pendidikan hanya mementingkan kuantitas daripada kualitas, motivasi untuk lulus dengan nilai yang baik, mendapatkan ijazah yang mempermudah mencari pekerjaan, sehingga gelar menjadi suatu identitas ‘kecerdasan’, esensi belajar untuk mendapatkan ilmu itu sendiri dikesampingkan, metode belajar hanya terpaku oleh bahan-bahan hapalan yang memaksa siswa harus merapalkannya bagai mantra – efek samping dari kondisi yang seperti ini adalah pendidikan tidak lagi mencapai tujuannya untuk mencerdaskan bangsa, bangsa kita dididik dengan pola pikir yang hanya berorientasi pada pekerjaan, dididik dengan orientasi pola pikir seorang yang hanya siap menerima perintah, bukan seorang yang cukup kompeten menciptakan ide hingga dapat memberikan perintah pada orang lain – ketika orientasi belajar hanya pada nilai bagus, ijazah dan gelar yang menunjukkan kelas ‘kepintaran’, menjadikan pengambilan jalan pintas/melakukan hal-hal instan untuk menjadi ‘pintar’ pun terjadi dan hal paling memalukan dalam dunia pendidikan saat gelar dapat diperjual –belikan untuk mempermudah dalam mendapatkan pekerjaan. Bagaimana dengan kondisi pemerintahan? Apakah orang-orang yang bekerja disana cukup kompeten dengan tugas mereka?

Masalah dasar pendidikan di Indonesia adalah mutunya yang rendah,  mutu yang rendah ada karena tenaga pengajar dan sistem pendidikan yang tidak efektif dan efisien, hal ini menjadi faktor mendasar permasalahan pendidikan di Indonesia, serta pemerintah yang menomor duakan sektor pendidikan, hal ini terlihat dari Negara yang belum mampu memberikan 20% dana untuk pendidikan, padahal pendidikan adalah cara untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia, alokasi dana pendidikan yang digunakan untuk menunjang sarana dan prasarana sekolahpun tidak jelas arahnya, tenaga pendidik yang tidak efektif dalam menyampaikan tujuan dalam proses pembelajaran, kurikulum yang berubah tiap pergantian menteri pendidikan tanpa memberikan pelatihan bagi para tenaga didik menjadi satu sebab pengetahuan yang ingin disampaikan menjadi tidak efektif, faktor lain yang mendasari ketidak-efektifan tenaga pengajar adalah kesejahteraan guru yang tidak diperhatikan oleh pemerintah, ketika kesejahteraan tenaga pengajar rendah, keprofesionalan mereka pun dipertanyakan.

Kutipan diatas “ Pendidikan : Pengeras Suara yang Berkuasa” mencerminkan kondisi pendidikan yang carut-marut dalam bangsa ini, pendidikan menjadi perpanjangan orang-orang berkuasa bangsa ini dan sayangnya orang-orang berkuasa ini tidak cukup ‘berpendidikan’ untuk membenahi sistem pendidikan di Indonesia yang tujuannya sudah tidak lagi untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Sehingga masalah-masalah dasar yang terjadi di masyarakat tidak terselesaikan. Bagaimana nasib bangsa, ketika orang-orang berkuasa yang bertindak sebagai pengeras suara jika mereka hanya mendapatkan pendidikan ‘instan’?  Bagaimana cara orang-orang yang berkuasa ini menyelesaikan masalah dasar pendidikan? Apakah masalah yang tidak selesai ini cerminan dari tujuan pendidikan yang bergeser dari ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’?

Tulisan dibuat untuk kepentingan promosi pementasan Teater Sastra tahun 2010 (If I'm not  mistaken) 'Sketsa Robot'.
-Terkait bahasan pendidikan yang monoton mungkin bisa serupa dengan cerita Ionesco (dramawan Prancis) - La leçon.

Comments

Popular Posts