Kama Tertata Derita

Singapore, 2017.
Pagi dingin
Meredam sunyi yang tawar
Hilang tanda tentang yang benar
Disimpannya kamu dalam alunan senar
Pada tiap subuh yang konstan membunuh
  (terpaksa mati berkali-kali, sudah tak peduli, toh' nantinya bangkit lagi setelah tiga hari, terus bertanya kapan kiamat?)

Silu hati mendengar rayu
Rawan tak lagi jadi kawan
Kala larat, kelana memberat
Diamku sesat
Pikatmu mengikat
Tak ada temu menakuk
Mendengar namamu, merinding bulu kuduk di tengkuk
Kama, tresna, renjana, tertata derita...

Kamu, iya kamu, coba lihat taman penuh bunga lila
Kursi tua cukup untuk bertiga, tentu ambruk ketika diduduki bersama
Sengat matahari menampar pipi kanan-kiri
 karena posisinya sejajar dengan bumi dua minggu ini
Panas kota tak lagi main-main
Aspal berasap...
Sabar menguap...
Siang-siang,
Jenaka tak lagi datang...
Komedi apalagi...
Semua diganti oleh kebenaran yang dibelokan...

Muka sontak gelisah, deru nafas tak kunjung reda, lidah rekah terbelah
Bola mata paro pecah, isi kepala sudah terejawantah dalam halaman-halaman bergaris tiga puluh dua
Tak rela menjaring kehilangan yang cekah
  atau rasa yang tumpah

Malam tiba...
Tukas menumpas
Semua saru...
Karsa pun olak
Semesta menidak...

Aku...
Kamu...
Bersarak...

Salatiga, 23 September 2017
4:06 WIB

Comments

Popular Posts