Kamu Kunang-Kunang, Sayang!

Suatu karya di Pameran seni Yogyakarta, 2017, Jessy Ismoyo.

Kamu kunang-kunang
Hidup tiga minggu, bercahaya saat malam, kemudian mati
  ketika matahari menjelang.

Kamu kunang-kunang
Hidup tiga minggu, bercahaya saat malam, kemudian mati harapan
  ketika mendengar diagnosa dokter penyakit dalam.

Kamu kunang-kunang
Hidup tiga minggu, bercahaya saat malam, kemudian mati ketika
  mengetahui jasa dokter mahal sekarang
Administrasi harus dipenuhi,
  baru bisa terapi.
Tangismu pecah ketika membaca subtotal,
  yang harus dibayar tunai pada kertas pasien rawat jalan.

Urus BPJS tak guna, kata kunang-kunang.
Kamu orang...bukan kunang-kunang, seru lainnya.
Hanya orang yang ingat biaya mahal perlu dibayarkan.
Tak cukup uang.
Ujungnya minta orang tua,
Hanya orang yang menyusahkan...bukan kunang-kunang.

Kamu orang atau kunang-kunang?

Kamu kunang-kunang.
Hidup tiga minggu, bercahaya saat malam, kemudian mati
  karena mimpimu tak mungkin jadi kenyataan.
Membaca syarat beasiswa bebas TBC...
Membaca LoA dari Universitas ternama...
Membaca diagnosa dokter penyakit dalam bertuliskan Peritonitis TBC...
Kamu orang, bukan kunang-kunang,
  duduk di rumah sakit, sendiri, dan tanpa teman.

Kamu menunduk dan berdoa dalam hati untuk tetap jadi kunang-kunang.
Hidup seminggu, bercahaya saat malam, kemudian mati saat matahari menjelang.

Boleh tidak jadi kunang-kunang saja?

Bangun, sayang.
Kamu sudah jadi kunang-kunang.
Hidup semalam...
Hidup semalam...
Hidup semalam...
Frasa diulang sampai dua puluh satu kali, sampai minggu ketiga,
  hidup semalam...

Semalam itu panjang, sayang.
Tiga minggu cukup, kan?
Setidaknya bagi seekor kunang-kunang.


Salatiga,
14 September 2017
(Bekasi, 5 Agustus 2015 07:35:44)
(Untuk RU dan KS)

*)September: Month of Seven Sorrows of Mary

Comments

Popular Posts