Tumbuhan Layang Berakar

Francisco Bangoy Intl. Airport, 2017, Jessy Ismoyo.

(Untuk MS)
(Ditulis sembari mendengarkan M83-Wait)
(Magis ternyata efeknya)

Kita tak pernah meminta,
  kadang jeda memberi saja kesempatan bagi yang hendak mencoba.
Kita tak pernah meminta,
  kadang isi kepala ada saja macam-macamnya hingga tak mampu kita berjalan pelan,
  menahan keinginan,
  mendiamkan kehendak,
  meruamkan lepuh raga yang menjelma bekas luka,
  yang ditutup-tutupi karena membuat kita jadi berbeda,
  dan membuat orang bertanya-tanya karena keingintahuannya.
Bukankah menyebalkan ketika kepedulian jadi satu momok yang terbalut dalam obsesi informasi yang dicari-cari?
Bukankan sumuk ketika makna muluk bertandang tanpa diundang?
Ah,
Kita memang tidak akan pernah mengerti kehidupan.
Baiknya ditertawakan.
Toh,
Pada akhirnya,
Kita akan berakhir di doa dan ditutup oleh bulir-bulir tanah, mengendap bersama bau anyir yang disimpan Ibu Bumi, bolehkah kita mencuapkan sedikit permintaan agar Ibu Bumi berela hati bersetubuh dengan tubuh busuk, buluk, dan hanya jadi penghias atas kecamuk-kecamuk iri, benci, tanpa adanya setetes kasih?
Bolehkah kita meminta reinkarnasi, lalu berubah menjadi tumbuhan layang berakar?
Tumbuhan air yang tumbuh melayang dan berakar di dasar.
Ia hidup di air,
  namun melayang seperti di udara.
Dari caranya memendam, tak kau ragukan akar itu, tak kau pertanyakan semua hal mendasar, karena kau tahu ia memang layak menjadi tumbuhan layang berakar.
Cantik, ya?
Untuk itulah,
Hatimu mendadak bereaksi asam seperti lidah ketika membaui aroma cuka,
Tumbuhan layang berakar kau cari tak ada,
  sedetik kemudian orang-orang menunjukannya padamu,
  di saat itulah,
  tiba-tiba isi kepalamu ributnya sama seperti kisruhan anak-anak yang mendengar bel pulang sekolah.

Ditulis dalam ruang antara,
  lantai dua di sebuah hostel,
di Ngampilan, Yogyakarta,
September 2017
01:49 WIB

Comments

Popular Posts