Saya dan Olenka


Ada hal yang sangat menarik dari Budi Darma. Saya pertama membaca bukunya tahun 2014 setelah membelinya dari Ganesha, sebuah toko buku menyenangkan di Ubud. Orang-orang Bloomingtoon saya baca 2015. Lama sekali. Mungkin momentumnya tidak 'pas', tapi Olenka hanya saya selesaikan dalam tiga hari. Memang karena momentumnya pas saja. Semesta mendukung juga. Awalnya, saya tidak mau beli kaver yang ini. Kaver lama Olenka lebih menggugah, walaupun masih banyak kekurangan yang direvisi pada edisi ini. Tapi, ya, memang kehendaknya dapat buku yang edisi ini. Ya sudah. Lagipula, mencari yang edisi ini saja setengah mati. Perlu waktu seminggu lebih sampai akhirnya ada akun toko buku online follow di Instagram. Iseng tanya...ternyata ada. Syukurlah! Saya jadi baca Olenka.

Menyoal narasinya? Saya jatuh cinta pada Budi Darma. Memang pengarang-pengarang lama yang sudah dibaptis waktu karyanya memang harus dibaca. Olenka adalah perjalanan panjang saya tentang memahami bahwa lewat karya sastra mampu menghadirkan sesuatu yang begitu menyayat lewat bahasa. Setiap tokoh dan latar hidup per halamannya. Tidak mungkin tidak, pembaca dibawa ke kedalaman tindakan Wayne, Fanton, dan Olenka. Tokoh lainnya seperti M.C dan M.B juga menyenangkan dan menghidupkan cerita. Latar? Saya sebelumnya tidak menaruh kira Amerika bisa seindah Eropa, tapi dari dua buku Budi Darma yang saya baca - saya ingin juga berada di 'Blooming Town', sebuah kota yang selalu 'tumbuh'. Tumbuh, kata favorit saya lainnya.

Gaya penceritaannya juga berbeda. Seperti yang ia tulis di bagian 'Coda'. Mungkin Olenka memang seperti sebuah Coda dalam struktur lagu; menutup lagu, menutup kehidupan dengan pemahaman. Kalau untuk setiap makhluk anatomi ekor fungsinya vital sebagai penyeimbang tubuh atau letak emosi yang tersurat, mungkin manusia tak punya ekor untuk alasan tertentu seperti menyimpan keseimbangan dan letak emosi untuk dirinya saja...seperti yang dilakukan Budi Darma dalam Olenka. 

Ada beberapa bagian yang membuat jatuh cinta, utama dan terutama di bagian terakhir. Ketika seharusnya ceritanya selesai...tapi, Budi Darma menjelaskan bagaimana ia mendapatkan inspirasi Olenka...nama dari salah satu cerita Chekov. Budi Darma menyebutnya kebetulan. Tidak ia sadari kesamaan-kesamaan itu hingga akhir penulisan Olenka. Tapi, bukankah kita selalu begitu? Bergulat dengan potongan-potongan ingatan yang tampak familiar dan betul kita kenal?

Begini, sebagai seorang pembaca, adalah kesuksesan jika menyerap karya sastra dan menenggelamkan diri ke dalam pusaran cerita. Lewat ukuran itu, saya rasa Olenka patut dapat bintang lebih dari lima. Budi Darma masih seorang pencerita ulung buat saya. Kisahannya jujur dan apa adanya. Mungkin fiksi terbaik adalah ketika bias realita dan maya sudah tak lagi ada. Bukan. Bukan karena menjiplak kehidupan pengarangnya, tapi begitu hidup ceritanya dengan tokoh, latar, alur dan pengaluran yang rapih pada deskripsi terkecil...membuat kita percaya...hanya dari merasa. Sungguh saya ingin mencantumkan kutipan-kutipan menggugah hati dari Olenka, tapi...saat saya menulis ini...bukunya tertinggal di ruang kerja....apa daya...

Sebagai penutup, saya hanya ingin bilang...Bacalah Budi Darma. Tak pernah seorang perantau dapat mengenal kota selain tanah airnya, beserta orang-orang di dalamnya...sebaik Budi Darma. Selain itu, belum terlambat untuk ngefans dengan Budi Darma. Sungguh, kalian harus baca. Harus.

Salatiga,
11 September 2017

Comments

Popular Posts